freightsight
Kamis, 2 Mei 2024

INFO INDUSTRI

Valuasi Saham Emiten Rontok, IPO India Diramal Bakal Macet

1 Maret 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Saham india

Illustrasi Saham via Pixabay

• Investor saham India tidak tertarik dengan nama perusahaan rintisan terkemuka. Mereka hanya terpikat oleh profitabilitas dan pengembalian, bukan sekedar euforia.

• Sejumlah perusahaan startup teknologi terkemuka di India, termasuk Otot Hotels dan layanan logistik Delhivery, menunda debut publik mereka.

Sejumlah perusahaan rintisan teknologi di India terpaksa menunda initial public offering (IPO) pasca euforia pencatatan di bursa pada 2021. Hal ini ditengarai oleh rontoknya valuasi emiten teknologi kelas atas yang baru saja terdaftar.

Diwartakan Bloomberg pada Rabu (16/2/2022/, sejumlah perusahaan startup teknologi terkemuka di India, termasuk Otot Hotels dan layanan logistik Delhivery, menunda debut publik mereka.

Sebagai informasi, kedua perusahaan tersebut disokong oleh investor raksasa sekelas SoftBank Group Corp., dan menjadikan kemunculannya sangat dinanti di pasar modal India.

Iklim startup India tengah menghadapi ketidakpastian setelah beberapa pekan lalu menutup tahun rekor untuk IPO.
Hal ini dipicu respon buruk publik terhadap debut perusahaan fintech Paytm, ditambah dengan hantaman dari operator marketplace yang baru terdaftar seperti Zomato Ltd., dan Nykaa.

Hal itu membuat pihak regulator meningkatkan pengawasan terhadap kandidat IPO yang mendorong penurunan di bursa saham.
"Investor tidak lagi tertarik dengan nama perusahaan rintisan terkemuka. Mereka hanya terpikat oleh profitabilitas dan pengembalian, bukan sekedar euforia," kata Managing Partner Orios Venture Partners Anup Jain.

Juru bicara Oyo merespon hal ini melalui surat elektronik yang dikirimnya pada Bloomberg pada Rabu (16/2/2022) bahwa tindakan regulator merupakan prosedur standar perusahaan untuk meminta klarifikasi pengajuan IPO awal.

"Ahli perbankan kami secara aktif berkomunikasi dengan regulator. Kami tidak bisa berkomentar lebih spesifik," kata Delhivery menolak beri komentar.

Menurut sumber lain yang mengetahui hal ini, petinggi Delhivery telah menunda IPO senilai US$1 miliar pada tahun fiskal yang dimulai pada April.

Delhivery juga mengkaji ulang pencatatannya setelah regulator pasar modal tidak tertarik dengan rencana penjualan sebagian besar saham oleh investor ketika IPO. Startup logistik yang didukung oleh Carlyle Group Inc., dan SoftBank ini sebelumnya berencana mencatatkan diri ke IPO pada Maret.

Sementara itu, regulator sedang meningkatkan pengawasan terhadap Oyo terkait struktur kepemilikan perusahaan dan kerugian besarnya setelah mengajukan IPO tahun lalu.

Pengawas pasar modal negara Hindustan tersebut telah mengajukan pertanyaan terkait litigasi Oyo yang tengah bersengketa hukum dengan operator hostel Zostel Hospitality Pvt., yang mengklaim kepemilikan saham di Oyo setelah gagal meneken kesepakatan merger pada 2016.

Dampaknya perizinan draf prospektus IPO Oyo sebesar US$1,2 miliar mengalami penundaan hampir 5 bulan lamanya. Padahal, Oyo disokong oleh investor mapan seperti Sequoia Capital Lightspeed Venture Partners dan SoftBank.

Masa depan IPO di antara jajaran perusahaan teknologi kian suram, ditandai dengan mangkirnya investor yang baru melantai di bursa.

Saham induk Paytm, One 97 Communicaton Ltd., tercatat anjlok sebesar 60 persen setelah berhasil mengumpulkan pendanaan senilai US$ 2,5 miliar untuk IPO pada November 2021.

Hal ini memantik kemarahan investor dan kekhawatiran pihak regulator. Menjalarnya penurunan valuasi saham teknologi di Indonesia semakin menunjukkan wajah suram.

Mitra perusahaan Ventura Lightbox yang berbasis di Mumbai, Sandeep Murthy menyatakan kekhawatirannya terhadap peningkatan investor pasar publik setelah pertumbuhan perusahaan teknologi yang meroket dalam 2 tahun terakhir.

"Tahun lalu pasar dipenuhi dengan ketamakan, layaknya invasi alien, pasar siap menerima apapun. Saat ini, dihinggapi rasa takut, kita tunggu saja keserakahan itu akan kembali," ungkap Murthy.