freightsight
Senin, 6 Mei 2024

INFO INDUSTRI

Tumpang Tindih, Ikatan Ekspor Impor Indonesia Sebut Sinas NK dan VKI Jadi Kendala Industri

13 Februari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via unsplash

Selain soal sistem nasional neraca komoditas (Sinas NK), persoalan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI), kini menjadi kendala tersendiri bagi kalangan industri tekstil dan produk tekstil.

Ketua Umum Ikatan Eksportir Importir Indonesia (IEI) Amalia mengungkapkan, asosiasinya meminta penundaan atas pemberlakuan Sinas NK yang seharusnya berlaku per Desember 2022 untuk komoditas tekstil.

“Soal Sinas NK itu kendalanya banyak, terutama soal administrasi. Padahal NK atau neraca komoditas ini katanya untuk mengetahui kebutuhan bahan baku secara nasional. Artinya seluruh pelaku impor yang ada di Indonesia harus menyampaikan RK atau Rencana Kebutuhan bahan bakunya dengan tidak terbatas,” ujar Amalia kepada pada Jumat (10/2/2023).

Dia juga heran mengapa komoditas tekstil dimasukkan ke dalam Sinas NK, termasuk juga komoditas lainnya seperti besi baja. “Komoditas tekstil dan baja ini kan bukan seperti produk makanan yang bisa ditemukan dimana kita berada. Jadi kami tidak mengerti kenapa harus kena NK seperti beras,” tanya Amalia.

Dia mengatakan, selain soal Sinas NK, kini para anggota perusahaan tekstil yang mayoritas homebase berada di Bandung, Jawa Barat, menghadapi masalah Verifikasi Kemampuan Industri (VKI) yang mana pelaksanaan verifikasinya berbayar hingga belasan juta rupiah melalui lembaga survei tertentu.

“Komoditas tekstil saya rasa bukan kebutuhan pokok seperti beras, garam dll, kenapa harus ada NK? Sementara sudah ada VKI jadi tumpang tindih dan beban usaha karena birokrasi ganda,” jelasnya.

Di sisi lain, kata Amalia, untuk mengurus VKI di Kementerian terkait saja memakan waktu lama hingga berbulan-bulan sehingga produksi di pabrik berpotensi terhambat.

Karenanya, IEI berharap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dapat segera mencarikan solusi mengenai hambatan-hambatan yang dialami dunia usaha karena pembinaan industri nasional berada di Kemenperin.

“Bahkan ada anggota kami yang sejak Oktober 2022, VKI-nya tidak di proses," ungkap Amalia. Pihaknya meminta, jika VKI sudah berbayar yang dilakukan oleh surveyor independen seperti Sucofindo dan Surveyor Indonesia, seharusnya proses pengerjaan verifikasinya bisa lebih profesional lagi serta cepat diterbitkan dan dapat dipercaya VKI-nya.

“Jangan yang kemampuannya menghasilkan produksinya sedikit tetapi dapat kuotanya jauh lebih banyak. Jadi harus sesuai dengan kapasitas mesin terpasang. IEI juga mengingatkan agar tidak ada celah dengan verifikatornya. Jangan sampai siapa yang berani bayar besar dia dapat kuota banyak. Praktik seperti ini yang harus dihindari,” pungkas Amalia.