freightsight
Rabu, 24 April 2024

IMPOR

Kemendag Lempar Persoalan pada Kemenperin Terkait Sengkarut Neraca Komoditas

10 Februari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via unsplash

Kemendag mengungkapkan sejak 15 Desember belum ada komoditas bahan baku/penolong disetujui hak impornya oleh Kemendag.

Pemberlakuan neraca komoditas ini tentu saja merupakan ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 88 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan sejak 15 Desember sampai saat ini belum ada satu pun komoditas bahan baku/penolong yang disetujui hak impornya oleh Kemendag.

Direktur Impor Kemendag Sihard Hadjopan Pohan mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan kementerian dan lembaga terkait belum ada yang mengajukan hak impor.

“Tanya ke Kemenperin. Kita hanya menerbitkan persetujuan impor aja kok. Sampai sekarang belum ada yang mengajukan,” ujar Sihard kepada Bisnis, Rabu (8/2/2023).

Menurut dia, alasan belum diajukannya hak impor tersebut tentu saja lantaran perubahan regulasi terkait digunakannya neraca komoditas sebagai dasar impor.

“Perppu-nya kan mau direvisi. Pembahasan masih di internal masing-masing. Lalu nanti di Kemenko pembahasannya,” ujar Sihard.

Sihard sendiri di sini justru enggan merinci komoditas apa saja yang masih terganjal hak ekspornya. Namun, merujuk Lembaga National Single Window Kementerian Keuangan, setidaknya sudah ada 21 bahan baku penolong yang belum juga disetujui izin impornya.

Barang tersebut yaitu antara lain adalah bahan baku alas kaki, bahan baku minuman beralkohol, bahan baku pelumas, bahan baku plastic, ban, besi baja dan turunannya, biodiesel, bioethanol, kondensat, LNG, mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi dan printer berwarna, mesin pengatur suhu udara, minyak mentah.

Selanjutnya, pakaian jadi dan aksesoris pakaian, sakarin dan siklamat, tekstil dan produk tekstil, telepon seluler, computer genggam dan komputer tablet dan TPT motif batik. Sebelumnya, Ketua Umum DPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt. Subandi juga mengatakan bahwa dampak dari hal tersebut, pelaku usaha akhirnya terhambat berproduksi dan bisa saja mengalami kerugian yang amat besar.

“Akhirnya ini jadi hambatan. Ini masih berjalan industri tapi menggunakan produk sebelum tanggal 15 Desember. Setelah itu tidak ada yang keluar izin impornya. Akibatnya industri menggunakan sisa-sisa,” ujar Subandi saat dihubungi, Senin (6/2/2023).

Dia di sini pun juga mengatakan bahwa pemberlakuan neraca komoditas ini tentu saja merupakan ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 88 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.

Subandi menuturkan bahwa PP 28/2021 tersebut sejatinya juga tidak akan berlaku setelah UU Ciptaker dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada bulan November 2021 silam dan diamanatkan untuk direvisi dalam 2 tahun.

“Gara-gara pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Desember 2022) untuk menghidupkan kembali UU Ciptaker. Ini jadi acak-acakan juga,” ucap Subandi.

Secara teknis, dia juga berujar bahwa penggunaan neraca komoditas tersebut belum siap. Pasalnya, pengajuan impor rupanya juga harus melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK. Sistem berbasis teknologi informasi ini justru malah menyulitkan pengusaha dalam melakukan impor. Padahal neraca komoditas juga disebut akan menyederhanakan perizinan ekspor-impor serta menjadi dasar penerbitan persetujuan ekspor dan persetujuan impor, serta memberikan kepastian hukum dalam perizinan berusaha.

“Ada dua tipe, ada yang sudah mengajukan tapi formatnya tidak terakomodir dalam tipe format Sinas NK. Jadi belum direspons, tertolak. Ada yang memang belum bisa masuk. Ada juga yang tidak ngerti cara pengajuan datanya karena sosialisasinya minim,” ujar Subandi.