freightsight
Minggu, 19 Mei 2024

PENGIRIMAN LAUT

Pakar Maritim: Kendala Tol Laut Berjalan Sekitar 7 Tahun

9 Januari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via Antara

Program Tol Laut 2023 yang berumur tujuh tahun masih saja menghadapi kendala.

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub tak bisa menampik mengatasi ketimpangan memang membutuhkan dukungan lintas kementerian/lembaga.

Program Tol Laut 2023 kini sudah resmi dimulai dengan ditargetkan melayani 39 trayek. Walaupun memang sudah berumur tujuh tahun, program andalan Presiden Joko Widodo ini masih saja menghadapi beberapa kendala sebelum dapat memberikan dampak yang besar kepada penurunan harga barang yang ada di seluruh Indonesia.

Menurut pengamat maritim Saut Gurning, kendala utama yang terjadi untuk program Tol Laut masih saja berkisar pada frekuensi layanan kapal yang masih belum maksimal karena faktor cuaca dan kesiapan (readiness) kapal. Bukan hanya itu, dia juga menyebutkan bahwa ketersediaan (availability) ruang kapal, kontainer kering dan kontainer berpendingin masih menjadi kendala untuk program strategis pemerintah itu.

Di samping itu, ketimpangan antara muatan berangkat dan balik dinilai masih perlu diperhatikan. Namun, Saut menilai bahwa usaha yang dilakukan pemerintah demi bisa meningkatkan muatan balik sudah bisa membuahkan hasil.

"Usaha kargo balik, terus membaik atau meningkat karena informasi komoditas atau produk yang dimiliki berbagai rute Tol Laut di wilayah rural Indonesia tersebut yang semakin dikenal pedagang nasional bahkan internasional," jelasnya, Kamis (5/1/2023).

Menurutnya, dorongan perdagangan domestik semakin kuat tahun ini di tengah ketidakpastian permintaan komoditas ke pasar luar negeri akan bisa mendorong potensi eksplorasi perdagangan antarpulau. Hal tersebut, terang Saut tentu saja telah menjadi nilai plus bagi Tol Laut.

Namun, dia mendorong supaya upaya memperkuat kargo balik (backward trips) terus diperkuat, baik itu lewat kemampuan konsolidasi di daerah, peningkatan nilai tambah komoditas, atau juga dalam bentuk dukungan instrumen digitalisasi demi
bisa membantu interaksi pasar komoditas khususnya untuk potensi domestik.

"Khususnya produk perikanan tangkap, perikanan budidaya termasuk rumput laut, peternakan dan bahan galian atau tambang," lanjutnya.

Akademisi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga menilai bahwa dampak penurunan harga berkat Tol Laut masih saja terjadi khususnya yang ada di wilayah Indonesia Timur dan wilayah Indonesia Barat. Realisasi penurunan barang, lanjut Saut rupanya juga masih tetap terjadi di sembilan wilayah seperti yang terjadi sampai semester I/2022. Daerah-daerah itu, tuturnya, secara faktual memang bisa menikmati harga barang yang lebih murah jika dibandingkan dengan daerah yang tidak dilayani program Tol Laut.

Dia juga mencontohkan bahwa daerah-daerah seperti Natuna dan Anambas di Sumatera; Rote Ndao di NTT; Tidore dan Halmahera Timur serta Halmahera Utara di Maluku Utara; Kabupaten Buru termasuk Buru Elatab di Maluku; lalu Supriori dan Fakfak di Papua serta Papua Barat.

"Variasa penurunan dalam rentang 15-45 persen. Namun lebih dominan atau modusnya ke angka 15 persen," tutupnya.
Di samping itu, berdasarkan data Kemenhub, hingga pertengahan Desember 2022, muatan berangkat angkutan Tol Laut yang ada di total 33 trayek yang dilayani sudah mencapai 20.000 twenty-foot equivalent per units atau TEUs. Namun, muatan baliknya justru baru mencapai 6.600 TEUs.

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Arif Toha pun Arif tak bisa menampik bahwa mengatasi ketimpangan antara muatan berangkat dan balik ini memang membutuhkan dukungan lintas kementerian/lembaga.
Dia menyebut bahwa perlunya kolaborasi dan sinergi antara dengan BUMN sekaligus peranan pemerintah daerah.

"Kami sangat berharap dengan adanya peranan Pemda maka diharapkan dapat meningkatkan muatan balik berupa produk unggulan daerahnya masing-masing sehingga kedepan dapat membantu mengurangi biaya operasional kapal tol laut," tuturnya, Kamis (5/1/2023).