freightsight
Sabtu, 20 April 2024

PELABUHAN

Jaga Tarif Logistik, GINSI Ingatkan Konsistensi Dwelling Time Pelabuhan

9 Februari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via unsplash

GINSI mengingatkan operator pelabuhan dan pemangku kepentingan terkait tetap konsisten dalam upaya menekan waktu tinggal guna percepatan arus barang dan efisiensi biaya logistik nasional.

Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhanan dan Kepabeanan BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Erwin Taufan, mengingatkan operator pelabuhan dan pemangku kepentingan terkait tetap konsisten dalam upaya menekan waktu tinggal guna percepatan arus barang dan efisiensi biaya logistik nasional.

“Kami mengingatkan konsistensi itu diperlukan agar program pemerintah dalam menurunkan biaya logistik secara nasional dapat diwujudkan. Ya, minimal jagalah itu (konsisensi) dwelling time di pelabuhan-pelabuhan utama sebagaimana yang kerap kali disampaikan Presiden Joko Widodo selama ini yakni dwelling time idealnya kurang dari tiga hari,” ujar Erwin pada Rabu (8/2/2023).

Berdasarkan Dashboard Indonesia National Single Window (INSW) yang dikutip pada 8 Februari 2023, dwelling time di Pelabuhan Belawan Sumatera Utara melaporkan rata-rata 2,59 hari, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta 2,57 hari, Tanjung Emas Semarang dan Tanjung Perak Surabaya 2, 82 hari, dan Pelabuhan Makassar rata-rata 4,90 hari.

Adapun pada Januari 2023, dwelling time di pelabuhan Belawan rata-rata 2,54 hari, Tanjung Priok 2,64 hari, Tanjung Emas dan Tanjung Perak 2,88 hari, serta Makassar 5,19 hari.

Dwelling time adalah waktu yang dihitung diawali dari sebuah peti kemas (kontainer) dibongkar muat dan diangkat (unloading) dari kapal hingga peti kemas itu keluar dari terminal pelabuhan. Atau juga bisa diartikan sebagai proses yang dibutuhkan sejak barang turun dari kapal atau barang ditimbun hingga barang keluar dari pelabuhan.

Taufan mengatakan, jika masih ada rata-rata dwelling time yang lebih tinggi seperti yang dialami Pelabuhan Makassar saat ini, hal tersebut perlu ditelusuri permasalahannya. Apakah karena volume arus barang yang naik signifikan, ataukah lantaran faktor lain seperti hambatan administratif pengurusan barang, keterbatasan peralatan dan fasilitas bongkar muat, termasuk ketersediaan buffer (penyangga) untuk menampung peti kemas di pelabuhan tersebut.

“Soalnya jika dwelling time semakin lama, itu sama halnya proses pengeluaran barang juga lama. Kalau kondisi ini dialami importir tentunya sebagai pemilik barang mesti menambah beban cost yang lebih mahal. Makanya kami (GINSI) selalu menyoroti pelabuhan-pelabuhan yang alami dwelling time lebih dari 3 hari. Hal itu supaya kondisi seperti itu jangan terus berulang,” ucap Erwin Taufan.