freightsight
Jumat, 26 April 2024

PENGIRIMAN DARAT

Siasati Zero ODOL, Perlu Kesiapan Infrastruktur untuk Mendukung Pengiriman Logistik Kereta Api

6 Januari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via tempo.co

Peralihan jalur darat dari truk ke KA dan kapal masih menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya terkait peningkatan tarif bongkar muat, waktu keberangkatan yang kurang fleksibel dan kapasitas atau daya tampung kereta yang lebih kecil dibandingkan pengiriman jalur darat.

Pemerintah telah mendorong pengiriman logistik jalur darat menggunakan kereta api (KA) dan kapal, sebagai salah satu opsi alternatif setelah nantinya Zero Over Dimension and Over Load (ODOL) diterapkan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Hendro Sugianto mengatakan, Kemenhub sejauh ini sudah mencoba menerapkan hal ini pada KA Makassar - Pare-Pare dengan perhitungan tarif yang jelas. Bahkan saat ini Kemenhub tengah menghitung tarif pengiriman logistik untuk rute Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Semarang.

Merespon ini, Ketua Dewan Pembina Institut Supply Chain dan Logistics Indonesia, Prof I Nyoman Pujawan menilai, bahwa peralihan jalur darat dari truk ke KA dan kapal masih menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya terkait peningkatan tarif bongkar muat, waktu keberangkatan yang kurang fleksibel dan kapasitas atau daya tampung kereta yang lebih kecil dibandingkan pengiriman jalur darat.

“Jika jaraknya tidak terlalu jauh maka bisa menambah biaya dan waktu karena KA perlu menghubungkan antar stasiun, sementara barang kan asal dan tujuan akhirnya bukan stasiun. Mungkin dari pabrik menuju gudang atau pelanggan harus tersambung dengan moda truk sehingga akan ada tambahan aktivitas di stasiun yaitu proses bongkar muat yang membutuhkan sinkronisasi jadwal,” terang Nyoman pada Rabu (4/1/2022).

Sedangkan apabila jarak logistik yang ditempuh lebih pendek, pengiriman barang menggunakan truk akan lebih bersaing biaya operasionalnya dibandingkan kereta api.

“Rule of income-nya kereta baru bisa mengalahkan truk ketika jarak yang ditempuh lebih dari 500 kilo,” katanya.

Selain itu, kategori logistik yang bisa diangkut oleh kereta api dan kapal adalah untuk jarak tempuh jauh, volume besar dan nilai barang relatif rendah maka biaya pengiriman logistiknya bisa lebih rendah.

“Misal, sebagian besar negara yang pengiriman logistiknya diangkut kereta adalah batu bara dan semen karena value-nya rendah tetapi volumenya besar. Sedangkan di Indonesia, komoditas seperti pupuk, semen dan batu bara itu termasuk komoditas yang tepat diangkut lewat kapal dan kereta,” tambahnya.

Nyoman menambahkan, di Eropa dan Amerika share angkutan kereta tidak sebesar truk. Dengan dukungan teknologi kereta api yang sudah maju saja, kedua negara maju tersebut hanya mampu membukukan share sebesar 18% untuk Eropa dan 13% untuk Amerika. Apabila hal ini diterapkan di Indonesia, maka tugas pemerintah ke depan adalah menyediakan infrastruktur dan konektivitas yang memadai supaya mendapatkan share yang maksimal.

“Kalau memang nanti KA akan diitensifkan, maka perlu mengubah dan meningkatkan frekuensinya sehingga orang tidak harus menunggu lama untuk mendapat jadwal pengangkutan,” sebutnya.

Adapun, imbuh Nyoman, kesiapan infrastruktur yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan gudang logistik untuk tempat transit sementara seperti yang ada di pelabuhan.

“Bagaimanapun juga perpindahan armada antara kereta dengan truk akan membutuhkan tempat transit sementara supaya tidak terlalu menggantungkan antara satu moda dengan yang lain, artinya truk boleh drop barang di gudang,” papar Nyoman.

Nantinya fungsi gudang ini juga bisa menjadi tempat konsolidasi barang bervolume besar dan kecil sehingga dapat menjangkau semua pengirim logistik.

“Pabrik-pabrik yang memiliki muatan relatif kecil dapat berkonsolidasi dengan muatan orang lain sehingga volume waktu berangkat akan besar karena digabung,” jelasnya. .

Dalam kesempatan tersebut Nyoman turut mendukung diterapkannya wacana ini karena dapat meningkatkan share di kapal dan KA meski tidak masif.

“Ini bisa mengurangi beban jalan, karena kereta dikenal lebih environmental friendly. Konsumsi bahan bakar hanya seperlimanya kalau dibandingkan truk,” pungkasnya.