freightsight
Jumat, 29 Maret 2024

DOMESTIK

Rupiah Menguat saat Sambut Jokowi Cabut Larangan Ekspor Minyak Goreng

20 Mei 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Ekonomi

Dollar via bisnis-cdn.com

Nilai tukar rupiah menguat pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini pada Jumat (20/5/2021).

Presiden RI mengumumkan pemerintah kembali membuka ekspor minyak goreng dan CPO mulai Senin (23/5/2022).

Nilai tukar rupiah menguat pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini pada Jumat (20/5/2021). Penguatan terpantau pada beberapa mata uang lain di Asia.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka menguat 79,00 poin setara 0,54 persen ke posisi Rp14.644,00 per dolar AS. Indeks dolar AS juga turut menguat 0,2820 poin atau 0,27 persen 103,0060.

Selain rupiah, mata uang lain di kawasan Asia dibuka berbalik menguat di antaranya won Korea Selatan dibuka naik 0,64 persen, ringgit Malaysia naik 0,17 persen, peso Filipina naik 0,31 persen serta ada dolar Taiwan yang menguat 0,16 persen terhadap dolar AS.

Yuan China dibuka mengalami pelemahan 0,24 persen dan yen Jepang turun 0,23 persen, baht Thailand turun 0,01 persen juga dolar Singapura yang juga turun 0,01 persen terhadap dolar AS.

Presiden RI mengumumkan pemerintah kembali membuka ekspor minyak goreng dan CPO mulai Senin (23/5/2022). Edwin Sebayang selaku Direktur MNC Asset Management dalam riset hariannya menuliskan rupiah pada hari ini berpeluang bergerak Rp14.665 - Rp14.800 per dolar AS.

Pada Jumat (20/5/2022) beliau mengatakan pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini.

Dolar AS tergelincir pada akhir perdagangan Kamis (19/5/2022) jatuh ke level terendah dua minggu dan memperpanjang kemundurannya dari tertinggi dua dekade.

Mengutip dari Antara pada Jumat (20/5/2022) meningkatnya volatilitas di pasar keuangan global, dolar mencatat penurunan terhadap yen Jepang dan franc Swiss cenderung menarik investor saat terjadi risiko pasar.

Dolar bernasib buruk terhadap mata uang berisiko, termasuk dolar Australia dan Selandia Baru, karena kerugian sejauh tahun ini untuk mata uang ini menarik beberapa pembeli.

Shaun Osborne selaku Kepala Strategi Mata Uang Scotia Bank mengatakan Investor mungkin sudah cukup dengan dolar AS dan mencari mendiversifikasi risiko, terutama dukungan dolar AS lebih luas dari kenaikan imbal hasil AS telah maksimal.