freightsight
Jumat, 3 Mei 2024

INFO INDUSTRI

Risiko Stagflasi Hantui Global, Bagaimana Indonesia?

24 Mei 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Ekonomi Global

Jakarta via kayak.com

Para pelaku usaha global saat ini tengah berhadapan dengan risiko stagflasi, atau inflasi tingkat tinggi yang bertahan selama periode tertentu.

Para pelaku usaha saat ini tengah berhadapan dengan risiko stagflasi, atau inflasi tingkat tinggi yang bertahan selama periode tertentu. Stagflasi muncul akibat lonjakan harga barang, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan meningkatnya angka pengangguran hingg berakibat pada mogoknya mesin di pasar keuangan.

Hal ini menjadi perhatian negara-negara G7 yang melakukan pertemuan di Jerman, beberapa waktu lalu. Dalam pernyataan bersama, para menteri G7 menyatakan bahwa eskalasi politik di Ukraina menyebabkan ekonomi seluruh dunia terganggu.

Tidak hanya itu, invasi yang dilancarkan Rusia sejak akhir Februari 2022 juga berdampak pada keamanan pasokan energi serta berimplikasi pada hambatan produksi, ekspor komoditas pangan dan pertanian.

Dalam kaitan ini, Analis Bloomberg Economics Chang Shu mengatakan, prospek ekonomi semakin suram tatkala ekonomi China diperkirakan tumbuh lambat dibandingkan estimasi sebelumnya akibat kebijakan lockdown.

“Data aktivis bulan April menunjukkan lockdown di China telah merenggut korban yang jauh lebih berat, kata Shu seperti dikutip Bloomberg (23/5/2022).

Di sisi lain, pengetatan kebijakan moneter oleh sejumlah bank sentral di negara utama semakin meningkatkan kecemasan para pelaku usaha. Di antaranya Bank Sentral AS, Selandia Baru, hingga Korea Selatan. Sementara di Jerman, yang merupakan pusat manufaktor Eropa, optimis pengusaha diprediksi tergerus pada Mei tahun ini yang merefleksikan adanya penurunan indeks manajer pembelian.

Melonjaknya biaya hidup di tengah krisis pangan dan energi menimbulkan kekhawatiran utama pelaku usaha di negara tersebut. Terlebih Jerman juga berkutat pada dinamika pasokan gas yang selama ini mengandalkan Rusia. Adapun di Inggris, kekhawatiran resesi tidak terhindarkan lagi, akibatnya pendapatan yang diterima pekerja kian terbatas dan biaya hidup semakin mahal.

Gubernur Bank of England (BOE) Andrew Bailey bahkan memperingatkan bahwa ekonomi berpotensi mengalami apokaliptik akibat lonjakan harga makanan di berbagai negara. Selain harga pangan, Inggris juga menjadi satu-satunya negara anggota G7 yang mengalami defisit investasi. Merespon kesulitan ini, Menteri Keuangan Rishi Sunak menyiapkan pemangkasan tarif pajak dalam rangka menarik minat investor.

Dilansir dalam Channel News Asia, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan inflasi akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia jika tidak ada tindakan untuk mengatasinya.

Di menegaskan, tantangan saat ini adalah inflasi cukup tinggi dan kondisi itu memerlukan tindakan drastis untuk menurunkan dan mencegah kembali ekspektasi inflasi berakar.

“Sangat sulit untuk melakukan itu dan memiliki soft landing. Ada risiko besar jika melakukan apa yang perlu dilakukan tetapi hasilnya memicu resesi,”

Kondisi serupa juga tidak terelakkan di Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut bahwa inflasi di Indonesia berpotensi terus merangkak naik mendekati 4 persen.

“Inflasi akan upper end, dari proyeksi 3±1 persen cenderung akan mendekati angka 4 persen. Saat ini (April 2022) sudah mencapai 3,7 peren YoY (year-on-year),” ujar Sri Mulyani pada Kamis (19/5/2022).

Sri Mulyani menyebut bahwa tingginya inflasi sejalan dengan kenaikan suku bunga akan menekan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2022. Namun, dia meyakini bahwa konsolidasi fiskal masih akan tetap berjalan.

Wakil Kepala Badan Moneter Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Aviliani juga menyebutkan dampak dari inflasi global saat ini adalah kenaikan harga-harga, terutama komoditas dan minyak dunia. Hal itu menyebabkan nilai tukar rupiah melemah dan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri meningkat.