freightsight
Sabtu, 20 April 2024

INFO INDUSTRI

Pangkas Ekspor Migor dan CPO, RI Picu Tsunami Inflasi

7 Mei 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Ekspor CPO

Ilustrasi CPO via suara.com

Keputusan pemerintah Indonesia melarang ekspor minyak goreng dan bahan mentahnya dikhawatirkan akan mengkerek inflasi global. Pasalnya, bahan baku minyak goreng menjadi konsumsi bagi banyak negara di dunia.

Minyak mentah (CPO) adalah minyak nabati yang dibutuhkan sebagai produk pangan di seluruh dunia. Tidak hanya menjadi bahan baku minyak goreng, CPO juga dipakai sebagai bahan campuran mentega, biskuit, hingga sabun.

Pada 2021, ekspor CPO dan turunannya di Indonesia sebesar 33,67 juta ton, sudah termasuk olahan CPO sebesar 25,48 juta ton.

Kontribusi CPO Indonesia dalam ekspor minyak nabati global diprediksi mencapai 60%. Besarnya kontribusi Indonesia dalam perdagangan minyak nabati dunia inilah yang membuat keputusan Presiden Joko Widodo terkait larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya dapat meningkatkan inflasi global.

"Ini merupakan kabar buruk bagi konsumen minyak nabati di berbagai negara di dunia. Sebelumnya mereka sudah bergantung pada minyak sawit karena kurangnya pasokan minyak kedelai, rapeseed oil, dan biji matahari," kata Siegfreid Falk, analis dari Oil World seperti dikutip dalam VOI.

Sebelumnya Indonesia, Argentina juga membatasi ekspor minyak nabati untuk menjaga pasokan dalam negerinya dan menekan inflasi. Argentina yang merupakan eksportir utama minyak kedelai memutuskan untuk memangkas setengah pasokan minyak kedelai sejak pertengahan Maret lalu. Kemudian Argentina menaikkan pajak ekspor guna menjaga pasokan domestik.

Keputusan Indonesia maupun Argentina dalam memangkas ekspor membuat negara importir tidak punya pilihan lain selain membayar harga lebih mahal untuk memperoleh minyak nabati. Kebijakan Indonesia dan Argentina ini dipastikan akan melambungkan harga minyak nabati lain seperti minyak bijih matahari, minyak kanola, rapeseed oil, dan minyak zaitun.

Selain itu, larangan ekspor yang dilakukan Indonesia juga akan berdampak dalam jangka pendek ke China. Berbeda dengan China, keputusan ini juga akan berdampak pada India yang terkena imbas Larangan ekspor CPO. The Economic Times menyebut, kebijakan larangan ekspor CPO oleh pemerintah Indonesia akan mendongkrak harga kue, mie, hingga sabun dan shampo di India hingga 10%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), secara nilai dan volume, China merupakan importir terbesar CPO Indonesia lalu kemudian disusul dengan India. Namun, pada Januari-Maret 2022, India menjadi importir terbesar Indonesia.

Sejalan dengan itu, Wakil Menteri Komoditas dan Industri Perkebunan Malaysia Wee Jeck Seng juga merespon kondisi ini, ia mengatakan sulit bagi Malaysia untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Indonesia.

Perkebunan sawit Malaysia masih menghadapi polemik tenaga kerja sejak pandemi Covid-19 melanda. Sebagaimana diketahui, sebagian besar pekerja di perkebunan kelapa sawit Malaysia adalah imigran dimana mereka harus pulang karena pandemi.

"Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan tentu saja akan mendorong kenaikan harga CPO dan minyak nabati lainnya. Langkah drastis yang diambil pemerintah Indonesia akan berdampak pada sejumlah negara lain," tutur Wee.

Sejauh ini, inflasi menjadi kekhawatiran global pasca meletusnya perang Rusia dan Ukraina. Mengingat dua negara tersebut adalah produsen terbesar minyak nabati dunia yang tentunya turut andil dalam melambungkan inflasi global.

Badan Pangan Dunia (FAO) Food Price Index melonjak ke level 159,3 pada Maret, sementara naik 12,6% dari Februari. Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah meningkatkan proyeksi inflasi global menyusul terjadinya perang.

Untuk negara maju, inflasi tahun ini diperkirakan mencapai 5,7% naik 3,9% dari proyeksi sebelumnya. Sementara untuk negara berkembang, inflasi akan meningkat menjadi 8,7% dari sebelumnya 5,9%. IMF juga mengkoreksi inflasi Indonesia akan berada di titik atas target Bank Indonesia di kisaran 2-4%.