freightsight
Minggu, 24 November 2024

INFO INDUSTRI

Rebutan Cangkang Sawit, Industri Usulkan ada DMO

24 Februari 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

CPO Kelapa Sawit

Kelapa Sawit via Antara Foto/Muhammad Bagus Khoiru...

• CPO harganya melonjak, karena cangkang kelapa sawitnya sebagai bahan bakar diburu banyak sektor industri.

• Permintaan yang mengalir deras terutama dari Jepang, harga bangkang menjadi lebih fantastis.

Rupanya bukan hanya Crude Palm Oil (CPO) yang harganya melonjak, karena cangkang kelapa sawitnya sebagai bahan bakat juga diburu banyak sektor industri.

Michael Susanto Pardi selaku Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) juga mengusulkan adanya domestik market obligation (DMO) untuk komoditas tersebut karena memang permintaan yang tinggi di pasar dunia. Di pasar ekspor saja Indonesia banyak mengapalkan cangkang sawit ke Jepang yang saat ini sedang menggenjot penggunaan sumber energi yang lebih hijau.

“Banyak pabrik-pabrik yang memang sudah beralih ke cangkang sawit menjadi diperebutkan. Padahal ini harusnya diatur oleh DMO seperti batu bara yang menjadi prioritas dalam negeri dulu,” ungkapnya pada Rabu (23/2/2022).

Penggunaan cangkang sawit untuk bahan bakar industri yang dilakukan untuk mengolah komoditas tersebut menjadi sebuah biomassa yang kemudian dimanfaatkan para pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Beliau juga mengatakan karena permintaan yang mengalir deras terutama dari Jepang, harga bangkang menjadi lebih fantastis. Hingga Q3/2021 saja ekspor cangkang sawit Indonesia mencapai 286 juta dolar AS atau setara dengan 4,1 triliun rupiah. Dari jumlah tersebut tentu Jepang menguasai kontribusi terbesar 84,5 persen yang diikuti Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan India.

Beliau juga mengungkapkan bahwa untuk saat ini tentunya jadi mahal karena memang banyak diekspor oleh Negara Jepang karena di sana fokus penggunaan EBT.

Beliau pun juga mengatakan bahwa dibanding pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, penggunaan cangkang sawit pada PLTU ternyata lebih stabil dengan daya sangat besar khususnya untuk menopang operasional produksi.
Di samping itu, PLTS atap juga lebih banyak digunakan untuk utilitas dasar yang kebutuhan dayanya sangat kecil seperti penerangan gedung.

Hanya saja, menurutnya penggunaan PLTS atap berpeluang sangat menarik dengan terbitnya peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.26/2021.

Beleid anyar saja yang baru terbit Februari 2022 itu memungkinkan ekspor listrik 100 persen pada PLN dari ketentuan sebelumnya yang hanya 65 persen saja. Bukan hanya itu, pemerintah pun membuka peluang perdangangan karbon dari PLTS atap.

“PLTS atap menarik karena sebagian sudah memiliki PLTS atap. Namun, memang belum masif sehingga untuk basic utility saja,” ungkapnya.