freightsight
Jumat, 22 November 2024

INFO INDUSTRI

DMO Minyak Sawit Meroket, Ekspor CPO Kena Imbasnya

2 Februari 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Minyak sawit

Minyak Sawit via www.akseleran.co.id

• Kenaikan domestic market obligation (DMO) minyak sawit berdampak langsung pada kebijakan produk olahan crude palm oil (CPO) bagi eksportir dan berpotensi mempengaruhi penurunan kinerja ekspor.

• Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi kebijakan domestic market obligation (DMO) komoditas minyak sawit akan mempengaruhi kinerja ekspor produk tersebut.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi kebijakan domestic market obligation (DMO) komoditas minyak sawit akan mempengaruhi kinerja ekspor produk tersebut. Namun dampak tersebut diperkirakan tidak akan berlangsung lama.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatkan kebijakan memasok produk olahan crude palm oil (CPO) sebesar 20 persen bagi eksportir seharusnya tidak mempengaruhi kinerja ekspor. Kebutuhan CPO untuk 5,7 kiloliter minyak goreng yang sejatinya sudah terpenenuhi untuk kebutuhan produksi dalam negeri.

“Sebenarnya sudah ada pasokan (minyak sawit) ke dalam negeri. Namun DMO harus memastikan pasokan tetap di dalam negeri, tidak ke luar. Seharusnya tidak terjadi penurunan ekspor itu,” ujar Wisnu dalam konferensi pers, Kamis (27/1).

Namun dia juga tidak memungkiri terjadinya potensi penurunan ekspor dalam jangka waktu pendek. Meski tidak bisa memastikan besaran penurunan ekspor, ia mengatakan depresiasi ini akan terkompensasi dengan harga CPO internasional yang meningkat.
Kemendag telah menerbitkan kebijakan larangan terbatas (lartas) untuk ekspor minyak sawit merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 2/2022 tentang Perubahan atas Permendag No. 19/2021 tentang regulasi Pengaturan Ekspor. Kebijakan menyorot persentase volume yang harus dipenuhi eksportir untuk memenuhi pasar dalam negeri.

Tercatat pada poin XVII Lampiran I aturan tersebut tertulis bahwa 9 kode HS produk termasuk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus memiliki persetujuan ekspor (PE) untuk diajukan permohonan sebagai barang komoditas ekspor.
Adapun terdapat syarat khusus berupa kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka waktu 6 bulan, dan rencana distribusi dalam jangka 6 bulan untuk pelaku usaha ekspor untuk memperoleh PE mencakup Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah untuk kebutuhan dalam negeri.

Kementerian Perdagangan mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya sepanjang 2021 dalam kode HS 15 mengalami kenaikan 58,48 persen sebesar US$32,83 miliar dibandingkan realisasi ekspor pada 2020 sebesar US$20,72 miliar. Selama periode ini komoditas minyak sawit menjadi penyumbang ekspor nonmigas terbesar setelah batu bara.