freightsight
Minggu, 13 Oktober 2024

PENGIRIMAN LAUT

Pengiriman Logistik dengan Kereta Butuh Dukungan Regulasi serta Infrastruktur

9 Januari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via unsplash

Pemerintah mendorong pengiriman logistik darat beralih menggunakan jalur KA dan kapal.

Kesiapan infrastruktur dilakukan dengan mempersiapkan gudang untuk tempat transit sementara.

Pemerintah mulai mendorong pengiriman logistik darat yang beralih menggunakan jalur kereta api (KA) dan kapal, sebagai salah satu solusi yang telah ditawarkan ketika nantinya Zero Over Dimension and Over Load (ODOL) mulai diterapkan.

Hendro Sugianto selaku Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan bahwa Kemenhub telah mencoba ini di KA Makassar – Pare -pare dan hitungan tarifnya juga sudah ada. Bahkan sekarang saja Kemenhub juga sedang menghitung tarif pengiriman logistik Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Semarang.

Terkait hal ini, Prof I Nyoman Pujawan selaku Ketua Dewan Pembina Institut Supply Chain dan Logistics Indonesia menilai bahwa peralihan dari jalur darat ke KA dan kapal masih akan menemui kendala diantaranya terkait penambahan biaya bongkar muat, waktu keberangkatan yang masih kurang fleksibel serta kapasitas atau daya tampung kereta yang sangat kecil jika dibandingkan dengan armada jalur darat.

“Kalau jaraknya tidak terlalu jauh maka akan menambah biaya dan waktu karena KA menghubungkan stasiun ke stasiun, sementara barang itu kan asal dan tujuan akhirnya tidak di stasiun. Mungkin dari pabrik menuju ke gudang atau pelanggan harus tersambung dengan moda truk, sehingga akan ada tambahan aktivitas di stasiun yaitu proses bongkar muat yang membutuhkan sinkronisasi jadwal,” ujar Nyoman dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Rabu (4/1/2023).

Adapun jika jarak logistik ditempuh pendek, tentu saja pengiriman barang dengan truk akan lebih kompetitif biaya operasionalnya jika dibandingkan dengan KA.

“Jadi rule of income-nya kereta baru mengalahkan truk ketika jarak yang ditempuh lebih dari 500 kilo,” jelasnya.

Kemudian untuk kategori logistik yang dapat diangkut oleh KA dan kapal sehingga biaya pengiriman logistinya dapat lebih rendah, Nyoman juga menyebut, yaitu yang jarak tempuhnya jauh, volume besar serta nilai barang yang relatif rendah.

“Misal di kebanyakan negara yang diangkut kereta adalah batu bara dan semen yang value-nya rendah tapi volumenya besar. Kalau di Indonesia bisa pupuk, semen, batu bara, itu kandidat komoditas yang tepat diangkut lewat kereta dan kapal,” contohnya.

Nyoman di sini pun juga menambahkan bahwa di Eropa dan Amerika share angkutan kereta tidak sebesar truk. Didukung teknologi perkeretaapian yang telah maju, Eropa hanya bisa membukukan share sebesar 18 persen dan Amerika 13 persen.

Jika memang ini diterapkan di Indonesia, tentu saja PR pemerintah yaitu menyediakan infrastruktur dan konektivitas memadai supaya share yang didapat maksimal.

“Kalau memang nanti KA mau diintensifkan maka frekuensinya harus diubah dan meningkat, sehingga orang tidak harus menunggu lama untuk mendapat jadwal pengangkutan,” jelasnya.

Di samping itu, kesiapan infrastruktur dapat dilakukan yaitu dengan mempersiapkan gudang untuk tempat transit sementara, seperti di pelabuhan.

“Perpindahan moda antara kereta dengan truk akan membutuhkan tempat transit sementara, supaya tidak terlalu menggantungkan antara satu moda dengan yang lain. Artinya truk boleh ngedrop barang di gudang,” kata Nyoman.

Fungsi gudang ini nantinya untuk tempat konsolidasi bagi barang volume besar dan kecil, sehingga dapat menjangkau semua pengirim logistik.

“Pabrik-pabrik yang punya muatan relatif kecil konsolidasi dengan muatan orang lain, sehingga volumenya waktu berangkat akan besar karena digabung,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut Nyoman juga turut mendukung diterapkannya wacana ini karena bisa meningkatkan share di kapal dan KA walaupun memang tidak masif.

“Ini bisa mengurangi beban jalan, karena kereta dikenal lebih environmental friendly. Konsumsi bahan bakar hanya seperlimanya kalau dibandingkan truk,” pungkasnya.