freightsight
Sabtu, 23 November 2024

INFO INDUSTRI

Peneliti CIPS: Larangan Impor Kedelai Tidak Strategis dan Abaikan Konsumen

31 Maret 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Impor Kedelai

Kedelai via id.lovepik.com

Produksi kedelai di Indonesia terus mengalami penurunan dalam rentang waktu 2016 sampai 2019.

Peneliti Centre for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta menyebutkan rencana pelarangan dan pembatasan (lartas) kedelai tidak strategis dan mengabaikan kebutuhan konsumen.

Aditya memandang pemerintah perlu memikirkan beban berat yang ditanggung konsumen atas pemberlakuan lartas impor kedelai.

"Banyak UMKM dan pedagang kecil yang memerlukan kedelai sebagai bahan baku utama. Lalu banyak konsumen rumah tangga yang kebutuhan proteinnya dipenuhi oleh kedelai karena harganya yang terjangkau," kata Aditya dalam pernyataan pada Sabtu (26/3/2022).

Pernyataan itu dituangkan Aditya di tengah menurunnya produksi kedelai di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang memperlihatkan produksi kedelai di Indonesia dalam rentang 2016-2020 mengalami penurunan.

Sebelumnya, total produksi kedelai di Indonesia adalah sekitar 565 ribu ton pada 2016, kemudian turun menjadi 540 ribu ton pada 2017, turun lagi 520 ribu ton pada 2018, 489 ribu ton pada 2019, dan semakin rendah pada 2020 yaitu hanya sebesar 475 ribu ton.

Aditya menambahkan, jumlah tersebut hanya berkontribusi pada pemenuhan sekitar 20 persen kebutuhan kedelai nasional.

"Untuk itu, Indonesia masih perlu melakukan impor kedelai untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan tersebut. Belum lagi soal kualitas yang masih tidak bisa dipenuhi kedelai domestik," ungkapnya.

Selain permasalahan produksi, Aditya menyebut salah satu masalah utama dari komoditas yang satu ini adalah kualitas. Kedelai domestik cenderung memiliki ukuran kecil yang tidak seragam sehingga masih memiliki kekurangan untuk membuat tempe.

Untuk itu, dia menyebut, perlu peningkatan produktivitas dan peningkatan kedelai domestik untuk membantu meningkatkan daya saing yang berdampak pada penyerapan.

Aditya menyarankan agar pemerintah lebih berfokus pada kebutuhan konsumen dengan memastikan ketersediaan stok kedelai di pasar.

"Pada saat yang bersamaan, pemerintah harus menjalankan program intensifikasi yang tidak memerlukan lahan tanam tambahan, dengan memastikan akses petani kedelai kepada input pertanian, adopsi teknologi pertanian serta memperbaiki cara tanam yang disesuaikan dengan karakteristik lahan," tuturnya.