freightsight
Minggu, 13 Oktober 2024

TEKNOLOGI

IPB Tawarkan Teknologi BJA untuk Solusi Kedelai Langka

25 Februari 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Kacang kedelai

Kedelai via Pixabay

• Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan teknologi budidaya jenuh air (BJA) yang cocok ditanam di lahan pasang surut untuk menyiasati kelangkaan kedelai di Indonesia.

• Dosen dari Departemen Agronomi dan Hortikulturan IPB ini telah membuktikan bahwa teknologi BJA mampu meminimalisir sifat negatif dari lahan yang pasang surut.

Kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe di tanah air disediakan melalui impor, hal ini menyebakan produsen tahu dan tempe lokal menjerit ketika harga kedelai di pasar dunia melangit.

Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan teknologi Budidaya Jenuh Air (BJA) yang cocok ditanam di lahan pasang surut. Inovator IPB, Profesor Munif Ghulamahdi menyebutkan bahwa BJA adalah sistem penanaman kedelai dengan cara memberikan irigasi terus-menerus dan membuat muka air tetap karena lapisan di bawah perakaran mengalami jenus air.

Dosen dari Departemen Agronomi dan Hortikulturan IPB ini telah membuktikan bahwa teknologi BJA mampu meminimalisir sifat negatif dari lahan yang pasang surut. Dengan begitu, teknologi BJA layak dikembangkan untuk perluasan areal tanam kedelai.
“Untuk mendukung penerapan teknologi BJA, diperlukan adanya tata kelola kawasan produksi BJA dan tersedianya bibit unggul dan sarana produksi lainnya,” terang Munif.

Munif menambahkan, benih kedelai unggul yang dibudidayakan potensi produuktivitasnya bisa mencapai 4,63 ton per hektar di penelitian. Kegiatan BJA selanjutnya diaplikasikan pada lahan petani pada areal 500 ha di tipe luapan C pada lahan pasang surut dan diperoleh 2,6 ton per hektar.

Kekurangan 2,4 juta ton dapat tertutupi dengan menggarap lahan pasang surut pada areal tanam satu juta hektar. Adapun luas lahan pasang surut di Indonesia tercatat sebesar 20 juta hektar.

“Jika 5 persen dari lahan pasang surut dimanfaatkan untuk budidaya kedelai, bisa diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan nasional. Jika kebutuhan benih kurang lebih 50 kg per hektar, maka perlu penyediaan benis sebesar 50.000 ton,” tambah Munif.

Jika pemerintah serius memanfaatkan teknologi temuan anak bangsa ini, niscaya swasembada kedelai bisa diwujudkan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah nyata untuk bisa mengimplementasikan berbagai teknologi temuan para peneliti dan akademisi, salah satunya teknologi BJA ini. Dengan begitu problem kelangkaan kedelai yang terus berulang bisa dibebaskan dari Indonesia.

Sebelumnya, kedelai mengalami kelangkaan ditengarai akibat harga kedelai impor yang meroket. Kemendag menduga harga kedelai internasional meninggi karena reformasi peternakan babi yang terjadi di China sebagai negara penyumbang kedelai terbesar di Indonesia.