freightsight
Jumat, 22 November 2024

EKSPOR

Pemerintah Larang Ekspor EBT, Erick Thohir: Itu Sah Saja

4 Juni 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Ekspor EBT

Erick Thohir via viva.co.id

Bauran listrik energi bersih secara nasional masih berada pada angka 11,7 persen.

Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan melakukan ekspor energi baru terbarukan (EBT) ke luar negeri untuk mengutamakan kebutuhan domestik. Hal ini mengingat bauran listrik dari energi bersih secara nasional masih berada pada angka 11,7 persen.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan larangan ekspor energi baru terbarukan itu sama seperti kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) batu bara dan minyak goreng yang mengharuskan pengusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu.

"Sebagai negara yang mandiri, kita harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri dulu daripada kebutuhan negara lain, tapi bukan berarti kita anti asing. Tetap kita lakukan seperti yang kita lakukan kepada batu bara dan minyak sawit," kata Erick dalam pernyataannya pada Jumat (3/6/2022).

Lebih ia Erick menyebutkan, keputusan pemerintah melarang ekspor setrum sebenarnya kebijakan yang lumrah karena negara membutuhkan energi baru terbarukan. Apalagi kini pemerintah aktif mendorong pembangunan dan pembangunan industri hijau di dalam negeri.

"Ketika negara membutuhkan energi terbarukan diprioritaskan ke dalam negeri sebelum keluar negeri, itu sah-sah saja," kata Erick.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Pemerintah Indonesia dalam KTT ASEAN - Amerika Serikat menyampaikan akan melarang ekspor energi baru terbarukan ke negara lain dan aturan terkait hal itu akan segera dibuat untuk memperkuat landasan dari kebijakan tersebut.

Pemerintah mempersilahkan perusahaan-perusahaan asing untuk masuk ke Indonesia dan membangun proyek energi baru terbarukan, namun energi bersihnya tidak untuk disalurkan ke Indonesia.

Beberapa perusahaan pelat merah, seperti PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) telah menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan asing untuk memproduksi energi baru terbarukan dan mengekspornya. Meski demikian, Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada Deendarlianto mengatakan larangan itu tidak akan berdampak pada penanaman modal asing, mengingat kebutuhan dalam negeri RI terhadap energi bersih masih sangat tinggi.

Deendarlianto menjelaskan, apabila suplai EBT itu belum mampu mencukupi kebutuhan domestik, maka larangan ekspor bukan lagi persoalan lantaran bauran setrum bersih masih 11,7 persen, sedangkan pemerintah harus mencapai target 23 persen pada tahun 2025.