freightsight
Jumat, 22 November 2024

INFO INDUSTRI

Korupsi Ekspor Minyak Sawit Mentah adalah Bukti Kerakusan Oligarki

30 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Korupsi Ekspor Minyak Sawit

LaNyalla via semarak.co

Penetapan empat tersangka oleh Kejaksaan Agung tentang penerbitan surat izin ekspor CPO menyeret pejabat Kementerian Perdagangan dan 3 petinggi perusahaan kelapa sawit besar.

Perusahaan kelapa sawit besar termasuk 3 perusahaan terlibat yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas dan Permata Hijau Grup.

Penetapan empat tersangka oleh Kejaksaan Agung tentang penerbitan surat izin ekspor minyak sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO) menyeret pejabat Kementerian Perdagangan dan 3 petinggi perusahaan kelapa sawit besar dinilai AA LaNyalla Mahmud Mattalitti selaku Ketua DPD RI, sebagai bukti kerakusan oligarki penguasa sawit.

LaNyalla mengatakan kepada wartawan pada Rabu (20/4/2022) bahwa oligarki mempengaruhi kebijakan di pemerintahan dan kementerian seharusnya menjaga kuota ekspor dengan memperhatikan Domestic Market Obligation (DMO) malah berbuat sebaliknya dengan mengeluarkan persetujuan ekspor CPO,

LaNyalla juga menyampaikan bahwa penentuan DMO sebesar 30 persen pemerintah sebenarnya dilakukan menjaga pasokan kebutuhan dalam negeri termasuk juga menjaga supply and demand pabrik minyak goreng.

Beliau menambahkan karena harga ekspor CPO tinggi dan permintaan di luar negeri banyak, mereka rakus.

Beliau melanjutkan kasus ini bukan menimbulkan kerugian negara, tetapi kerugian perekonomian negara dari akibat kuota DMO berkurang, minyak goreng menjadi langka dan mahal, sehingga pemerintah mengeluarkan uang dari pajak rakyat untuk BLT supaya masyarakat mampu membeli minyak goreng mahal.

Beliau pun menguraikan bahwa uang negara dikeluarkan mensubsidi kerakusan mereka dari kerugian perekonomian negara. Bukan kerugian keuangan negara melampaui batas padahal DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) atensi langsung presiden dan menjadi garda depan menjaga adalah kementerian perdagangan.

Selama ini perusahaan kelapa sawit besar termasuk 3 perusahaan dinyatakan terlibat oleh Kejagung yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas dan Permata Hijau Grup penerima dana triliunan rupiah dari program proyek BioDiesel dari BPDPKS.

Data BPDPKS menunjukkan sejak 2005 hingga 2021 PT Wilmar Grup menerima Rp 39,52 triliun sedangkan PT Musim MAS Grup menerima Rp 18,67 triliun dan Permata Hijau Grup menerima Rp 8,2 triliun.

Dari 6 kegiatan pemanfaatan BPDPKS berasal dari pungutan ekspor CPO serta produk turunannya yang 80 persen digelontorkan ke10 perusahaan besar Kelapa Sawit demi subsidi program BioDiesel.

Beliau juga mengatakan sementara dana peremajaan sawit rakyat pada 2016 hingga 2021 hanya 5 persen atau Rp.6,59 triliun. Jadi, kesejahteraan petani sawit tak pernah dirasakan dengan adil apalagi keinginan Pemerintah Provinsi penghasil supaya mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) sudah pasti tak akan pernah terealisasi.

Konsep pengumpulan dana dari pungutan ekspor dikumpulkan di BPDPKS penggunaannya ditentukan Komite Pengarah yang pimpin Menko Perekonomian melibatkan empat pengusaha Sawit besar dalam rapat terkait program BioDiesel.

BPDPKS hanya jadi kasir ikut keputusan rapat-rapat itu dan jangan hheran Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan ada kelebihan biaya program subsidi BioDiesel merugikan negara Rp.4,2 triliun tahun 2020.

Sebelumnya, Kejagung juga menetapkan tersangka Indrasari Wisnu Wardhan selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (IWW) dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah. Selain IWW Kejagung menetapkan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA serta General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.

IWW sebagai pejabat di Kemendag diduga menerbitkan izin melawan hukum terkait persetujuan ekspor kepada tiga perusahaan itu dan penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022, 4 April 2022.