freightsight
Jumat, 22 November 2024

PENGIRIMAN LAUT

Kemenhub Dukung Dekarbonisasi Pelayaran Mulai 2036

31 Oktober 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Strategi Dekarbonisasi

via.kuatbaca.com.jpg

Kapal di atas 400 gross harus memenuhi syarat EEDI hingga wajib menerapkan alat monitoring dan pasokan.

Pemerintah Indonesia mendorong pengurangan emisi karbon (dekarbonisasi) pelabuhan dengan penggunaan bahan bakar rendah karbon untuk pelayaran mulai 2036 mendatang. Adapun bahan bakar yang disarankan oleh pemerintah adalah campuran e-amonia, hidrogen dan biofuel.

"Kementerian Perhubungan terus mengoptimalkan pengembangan sektor transportasi laut yang berdaya saing, dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)," kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Arif Toha dalam keterangan di Jakarta yang dikutip Sabtu (29/10/2022).

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 432 Tahun 2017, saat ini tersedia 636 pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia yang digunakan untuk transportasi laut, 57 terminal yang menjadi bagian dari pelabuhan dan 1322 rencana lokasi pelabuhan.

Sebagai informasi, Indonesia terletak di lokasi yang strategis untuk jalur perdagangan dunia. Di mana 90% perdagangan internasional yang terjadi dilakukan melalui laut. Dengan 40% di antaranya dilakukan melalui laut Indonesia yang berpotensi menimbulkan pencemaran air dari kapal.

Tercatat ada sekitar 1241 pelabuhan di Indonesia yang masih aktif beroperasi dan memiliki potensi besar mendongkrak perekonomian berkelanjutan. Adapun, sejumlah langkah wajib untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari pelayaran internasional telah dimulai sejak 1 Januari 2013.

Di antaranya, semua kapal baru dengan kapasitas di atas 400 gross ton harus dirancang memenuhi Energy Efficiency Design Index (EEDI) di bawah pasokan standar yang dipersyaratkan. Kemudian semua kapal wajib membawa sekaligus menerapkan Ship Energy Efficiency Management Plant (SEEMP) untuk semua kapal dengan menggunakan Energy Efficiency Operational Indicator (EEOI) sebagai alat monitoring dan pasokan.

Dia mengatakan terkait Gas Rumah Kaca, saat ini yang berlaku di IMO yaitu 2018 Initial IMO GHG Strategy, dengan target mengurangi emisi GRK sebesar 40 persen pada tahun 2030 dan 70 persen pada tahun 2050. IMO mengadopsi strategi awal pengurangan emisi GRK dari kapal, menetapkan visi yang menegaskan komitmen IMO untuk mengurangi emisi GRK dari pelayaran internasional dan menghapusnya secara bertahap.

"Sebagian negara menyatakan zero emission pada tahun 2050, namun terdapat beberapa negara juga yang menetapkan net zero emission pada tahun 2060 yaitu Indonesia, Rusia, China, Saudi Arabia, Ukraina, Sri Lanka, Nigeria dan Bahrain," ucapnya.

Diketahui, upaya penurunan emisi GRK dalam rangka mencapai NZE 2060 yg saat ini dilakukan oleh subsektor transportasi laut adalah penggunaan SBNP solarcell, melakukan efisiensi manajemen operasional pelabuhan yaitu dengan fasilitas Onshore Power Supply (di Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, Balikpapan, Batam, Dumai, Cilacap, Banjarmasin, Kumai, Sampit, Benoa, Lembar, dan Kupang (21 Pelabuhan), melakukan modernisasi kapal penggunaan Bahan Bakar Nabati (B30), melakukan konservasi energi di kapal dan pelabuhan, dan pengembangan ecoport melalui penggunaan EBT di pelabuhan seperti PLTS, LPJU solarcell.

"Selain itu Indonesia juga aktif menjalin kerja sama terkait dengan negara-negara lain dengan dukungan dari IMO Technical Cooperation Program, di antaranya Bluesolution, yang bertujuan dalam pengurangan emisi GRK melalui penggunaan teknologi," pungkasnya.