freightsight
Minggu, 28 April 2024

INFO INDUSTRI

Jokowi Klaim Indonesia Ekspor Produk Nikel Senilai Rp300 T

16 Maret 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Jokowi ekspor nikel

Jokowi via Instagram @sekretariat.kabinet

• Jokowi menilai larangan ekspor bahan mentah ini bertujuan untuk membangun hilirisasi di Indonesia. Seluruh bahan mentah tersebut nantinya akan diolah dan diproduksi massal di dalam negeri.

Presiden Jokowi mengklaim ekspor nikel Indonesia menyentuh angka hingga Rp300 triliun. Lonjakan ini terjadi setelah pemerintah melarang ekspor bahan mentah komoditas tambang tersebut.

Ia mengatakan, sebelumnya ekspor bahan mentah nikel hanya Rp15 triliun hingga Rp20 triliun setiap tahunnya.

"Karena kita berhenti ekspor dan muncul industrial down streaming, hilirisasi, pada 2021 dilakukan ekspor setengah jadi dan bahan jadi, menyentuh angka US$20,8 miliar, itu artinya dari Rp15 trilin melompat kurang lebih Rp300 triliun," ungkap Presiden RI tersebut dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis ke-46 UNS pada Jumat 11/3/2022).

Ia mengatakan, kebijakan larangan ekspor nikel memang menimbulkan pro dan kontra dari Uni Eropa (UE). Mereka menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan itu.

Kendati demikian, Jokowi mengaku tetap tenang dan tidak takut. Justru ia melarang ekspor komoditas energi bahan mentah lainnya seperti tembaga, bauksit, dan timah di tahun depan.

Semua itu dilakukannya sebagai upaya agar Indonesia mendapat keuntungan yang jauh lebih besar.

"Kita perlu melakukan keberanian itu. Jika tidak pernah mencoba maka kita tidak tahu akan menang atau kalah, benar atau tidak benar. Tapi langkah yang ini benar, berhenti ekspor itu benar," ujarnya.

Jokowi menilai larangan ekspor bahan mentah ini bertujuan untuk membangun hilirisasi di Indonesia. Seluruh bahan mentah tersebut nantinya akan diolah dan diproduksi massal di dalam negeri.

Ia mengatakan, negara akan diuntungkan berkali-kali lipat jika melarang ekspor bahan mentah. Sebab jika hasil olahan itu diekspor ke luar negeri, artinya akan ada nilai tambah ketimbang hanya mengeskpor ketika masih mentah. Dengan begitu, harga jualnya tentu akan jauh lebih tinggi.

Lebih lanjut lagi, ia mengatakan Indonesia tidak tutup mata dengan negara lain perihal pengolahan bahan mentah tersebut. Industri jangan di luar negeri semua, tetapi ada yang harus di Indonesia juga.

"Kita tetap terbuka. Bisa negara lain bekerja sama dengan swasta, bisa kerja sama dengan BUMN kita, atau bekerja secara individu juga tidak apa-apa, asalkan di Indonesia," kata dia.