INFO INDUSTRI
13 April 2022
|
Penulis :
Tim FreightSight
• Cangkang kelapa sawit adalah produk andalan utama baru sebagai komoditi ekspor di kawasan pelabuhan Tanjung Buton, Siak dan Riau.
• Para eksportir cangkang sawit menyatakan protes keras keberadaan kapal menggunakan pelabuhan Tanjung Buton dengan sarana dan prasarana tidak memadai.
Cangkang kelapa sawit adalah produk andalan utama baru sebagai komoditi ekspor di kawasan pelabuhan Tanjung Buton, Siak dan Riau. Ada 7 perusahaan eksportir telah berinvestasi di kawasan tersebut hingga sekarang.
Untuk diketahui bahwa volume ekspor cangkang sawit dari Tanjung Buton hingga Maret 2022 mencapai 162.388 metric ton (mt) dengan estimasi tahun ini mencapai 700.000 mt.
Sementara di tahun 2021 mencapai 425.000 mt, tahun 2020 sebanyak 360.183 mt dan tahun 2019 308.239 mt.
Ini artinya memang pada tahun 2022 ada potensi ekspor di pelabuhan Tanjung Buton bisa mencapai sumbangan devisa negara sebesar 82,6 juta dolar AS atau senilai 1,2 triliun rupiah.
Angka penghasilan ini memang sangat besar dari pelabuhan kecil di daerah kabupaten Siak yang memang memiliki dermaga luasnya berukuran hanya 220 meter.
Namun, sejak bulan Maret 2022, proses ekspor cangkang sawit di Tanjung Buton akan terkendala oleh adanya pemuatan paper roll di pelabuhan ini dengan loading rate yang sangat lambat dan diperlukan 2 minggu untuk muat 6.000 ts.
Jimmy Zhang selaku DPD asosiasi pengusaha cangkang sawit indonesia (apcasi) provinsi riau, dalam rilis yang diterima cakaplah.com pada jumat (8/4/2022) mengatakan bahwa ini akan mengganggu frekuensi ekspor dari cangkang sawit, karena tidak bisa bersandarnya kapal-kapal mereka.
Jimmy juga mengatakan, sebagai perbandingan untuk muat 10.000 ts cangkang sawit bisa diselesaikan dalam waktu 3,5 hari.
Beliau juga menjelaskan bahwa keberadaan kapal-kapal seharusnya dipertimbangkan kembali oleh kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan (ksop) izinnya.
Mengingat sarana dan prasarana di pelabuhan Tanjung Buton belum cukup memadai untuk bisa memuat paper roll sebesar itu dengan kecepatan loading rate yang lebih cepat.
Dengan demikian, tentu tidak akan menghambat potensi ekspor cangkang sawit yang telah berlangsung lama dan berpotensi besar sebagai sumber devisa negara dari pelabuhan tersebut.
Terkait masalah ini para eksportir cangkang sawit juga menyatakan bahwa protes keras soal keberadaan kapal menggunakan pelabuhan Tanjung Buton dengan sarana dan prasarana tidak memadai, sehingga loading time bisa hingga dua minggu. Karenanya tidak ada ruang untuk eksportir cangkang sawit bagi loading.
Pengusaha cangkang sawit juga menjelaskan sangat memaklumi banyaknya kapal siapa saja yang akan loading di pelabuhan bersama, tetapi jika loading rate tidak memadai dan dapat menghambat pemuatan ekspor yang lain jangan dipaksakan karena akan menjadi tidak produktif pelabuhan tersebut.
Oleh karena itu para eksportir memberikan saran supaya pihak samudera Siak selaku pemilik pelabuhan untuk menetapkan saja loading rate per hari misalnya harus 2.000ts.
Beliau juga menjelaskan bahwa dari kepentingan semua pengguna jasa terakomodir. Di samping itu, penghasilan samudera Siak juga akan maksimal.
Dengan tidak adanya pengaturan loading rate pengguna jasa pihak samudera Siak sangat dirugikan. Dengan begitu, akhirnya pengguna jasa berpikir untuk pindah ke pelabuhan lain saja.
Jimmy Zhang juga menyarankan untuk sebaiknya hanya kapal dengan loa 120-130m saja yang bisa bersandar di pelabuhan Tanjung Buton atau boleh besar dengan catatan loading rate-nya maksimal empat hingga lima hari. Jika lebih dari lima hari sebaiknya ditunda hingga fasilitas memadai.
Bagikan artikel ini:
ARTIKEL TERKAIT
TERPOPULER
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
17 Januari 2024
3 Januari 2024
19 Desember 2023
6 Desember 2023
5 Desember 2023
4 Desember 2023
Selalu update dengan berita terbaru!
LAPORAN INDUSTRI
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
Copyright 2021 © Freightsight. Kebijakan privasi