INFO INDUSTRI
16 Februari 2022
|
Penulis :
Tim FreightSight
• Industri TPT optimis kinerja ekspor bertahan tinggi di angka 12 miliar dollar AS sepanjang 2022.
• Bukan hanya Indonesia, pengalihan pesanan dari China pun ditujukan pada Bangladesh dan India sebagai salah satu produsen TPT terbesar di dunia.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merasa optimis kinerja ekspor akan bertahan tinggi di angka 12 miliar dollar AS atau setara dengan 171,6 triliun sepanjang 2022.
Redma Gita Wirawasta selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengatakan bahwa proyeksi itu disebabkan karena permintaan yang stabil dari pasar Eropa dan Amerika Serikat (AS) sepanjang 2021.
“Kita bisa lihat China masih belum bisa full running akibat krisis energi. Jadi, akan ada pengalihan order dari buyer Eropa dan Amerika Serikat, buyer trust lebih besar ketimbang Vietnam,” ungkap Redma melalui pesan WhatsApp pada Rabu (9/2/2022).
Redma mengatakan juga bahwa permintaan ekspor dari luar negeri relatif tinggi kendati adanya pemulihan rantai pasok dunia pada tahun ini. Namun, kenaikan biaya produksi dinilai akan menghambat daya saing produk dalam negeri di pasar dunia.
Bukan hanya Indonesia saja, pengalihan pesanan dari China pun memang ditujukan pada Bangladesh dan India sebagai salah satu produsen TPT terbesar di dunia.
“Ada hambatan internal yang masih di tarif listrik yang memang belum tahu akan naik berapa besar pada April 2022. Kira berharap saja kebijakan pemerintah pro pada rakyat dengan memberikan harga batu bara normal bagi PLN dan komitmen DMO-nya,” ungkapnya.
Namun, ada juga kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor manufaktur sebesar 6,08 persen pada triwulan III pada 2021. Di samping itu, pertumbuhan industri TPT secara triwulan juga mengalami perbaikan sebesar 4,27 persen (q to q) apabila dibandingkan triwulan II-2021 sebesar 0,48 persen.
Bahkan ekspor TPT pada periode Januari-Oktober 2021 lalu turut mengalami peningkatan sebesar 19 persen yang menjadi 10,52 miliar dollar AS. Selain nilai investasi mengalami kenaikan sebesar 12 persen sehingga menjadi 5,06 triliun rupiah.
Sedangkan sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan surplus neraca niaga pada tahun ini yang mampu berada di posisi 31,4 miliar dollar AS bahkan hingga 31,7 miliar dollar AS. Proyeksi itu pun tentunya mengalami penurunan juga sebesar 11,39 persen dibanding dengan torehan surplus 2021 di posisi 35,44 miliar dollar AS.
Kasan Muhri selaku Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag mengatakan bahwa penyesuaian proyeksi merasa niaga berdasar pada outlook harga komoditas global yang mengalami penurunan tahun ini.
“Kenaikan harga komoditas super cycle masih menjadi hal pendorong kenaikan nilai ekspor di RI. Hanya saja, berkaca pada pengalaman sebelumnya bahwa kondisi tidak akan mampu bertahan lama,” ungkap Kasan melalui pesan WhatsApp pada Rabu (9/2/2022)
Bagikan artikel ini:
ARTIKEL TERKAIT
TERPOPULER
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
17 Januari 2024
3 Januari 2024
19 Desember 2023
6 Desember 2023
5 Desember 2023
4 Desember 2023
Selalu update dengan berita terbaru!
LAPORAN INDUSTRI
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
Copyright 2021 © Freightsight. Kebijakan privasi