freightsight
Jumat, 3 Mei 2024

INFO INDUSTRI

Imbas Larangan Ekspor RI, Harga Batu Bara Terus Meroket

2 Februari 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Batu Bara

Truk batu bara via goodnewsfromindonesia.id

• Kenaikan Batu Baru melonjak di level US$226,25 per metrik ton, imbas tingginya permintaan batu bara di berbagai negara untuk keperluan pembangkit listrik.

• Kenaikan mendekati angka US$230 per metrik ton ini mencatatkan angka kenaikan tertinggi sejak Oktober 2021.

Indonesia sendiri merupakan negara pengekspor batu bara termal terbesar di dunia. Jenis batu bara tersebut umumnya diperlukan banyak negara sebagai bahan bakar bagi pembangkit. Namun sejak kebijakan larangan ekspor komoditas tersebut diterbitkan, akhirnya berimbas pada harga bara.

Tercatat dalam bursa ICE Newscastle jika harga batu bara mengalami pada kontrak Februari masih dihargai pada level US$226,25 per metrik ton menurut laporan perdagangan Jumat (28/1/2022). Angka ini mengalami penurunan 1,50 poin dari perdagangan di hari sebelumnya.

Sementara itu untuk kontrak Maret, bursa perdagangan batu bara mencatat harga pada level US$203,0 per metrik ton. Turun sebesar 1,25 poin dari perdagangan satu hari sebelumnya.

Adapun kontrak batu bara untuk bulan April masih menduduki angka yang cukup panas yakni US$185,55 per metrik ton. Angka ini turun 2,70 poin dibandingkan angka perdagangan pada Kamis (27/1/2022).

Trading Economics menyebutkan, kenaikan mendekati angka US$230 per metrik ton ini mencatatkan angka kenaikan tertinggi sejak Oktober 2021. Kenaikan itu masih menjadi imbas larangan ekspor dari Indonesia.

Penangguhan izin ekspor ini terjadi karena stok batu bara pada PLTU milik PLN dan Independent Power Produce menipis sejak Desember 2021. Meski demikian, pelonggaran ekspor pada 171 perusahaan sejak 20 Januari masih belum menjadi solusi dalam menurunkan permintaan pasar.

Di sisi lain, permintaan batu bara di pasar Eropa melonjak tinggi akibat harga gas alam yang meroket di kawasan itu. Kondisi ini mendorong pembangkit listrik untuk menggunakan lebih banyak batu bara agar energi yang dihasilkan lebih besar.
Ia menambahkan, penyebab lainnya adalah karena meningkatnya permintaan batu bara untuk pembangkit listrik di Cina dan beberapa negara lain.

Situasi ini pun tidak bisa terlepas dari adanya ketegangan antara Rusia dan NATO atas Ukraina. Konflik tersebut dikhawatirkan memicu depresiasi berkelanjutan dalam rantai pasokan gas dunia.