freightsight
Sabtu, 12 Oktober 2024

INFO INDUSTRI

IISIA Desak Pemerintah Kendalikan Impor Besi dan Baja

11 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Impor Besi dan Baja

Besi dan Baja via Anadolu Agency

Kapasitas produksi produsen dalam negeri disebut belum mampu mencukupi kebutuhan domestik. Namun volume impor hingga 43 persen dari total konsumsi baja dalam negeri menggerus utilitasi industri domestik.

Pelaku industri ekspor besi dan baja mendesak pemerintah mengendalikan arus impor dan menciptakan iklim perdagangan yang lebih kondusif bagi industri dalam negeri. Instrumen kebijakan seperti pengenaan bea masuk anti-dumping dan implementasi neraca komoditas dibutuhkan agar besi dan baja impor tidak menggerus produk dalam negeri.

Yang terbaru, pemerintah memberlakukan bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap impor produk baja hot rolled coil (HRC) alloy asal China.

Kebijakan ini diambil sesuai hasil penyelidikan Komite Antidumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan yang membuktikan terjadinya dumping untuk produk tersebut yang pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri.

Kebijakan BMAD itu tercatat dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 15 Tahun 2022 yang berlaku selama lima tahun sejak peraturan diberlakukan pada 22 Februari 2022. Besaran pungutan bea masuk yang diberlakukan pada eksportir asal China itu menaruh investasi sebesar 4,2 persen dan 50,2, persen.

Ketua Cluster Flat Produce The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Melati Sarnita mengatakan, instrumen trade remedies seperti itu sangat dibutuhkan industri untuk bertahan menghadapi serangan impor. Namun langkah itu perlu dorongan lebih agar optimal. IISIA mencatat, ada empat produk baja lainnya yang sudah termasuk usulan dikenakan BMAD.

Keempat produk itu di antaranya adalah cold rolled coil/sheet (CRC/S) dari Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, dan Vietnam, produk HRC asal Malaysia dan Korea Selatan, produk baja lapis aluminium seng asal China dan Vietnam, serta cold rolled stainless steel (CRS) asal China dan Malaysia.

"Pengenaan BMAD yang masih perlu dipercepat agar pasar dalam negeri tetap aman. Secara tidak langsung langkah ini juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan pangsa pasar produsen baja nasional," kata Melati pada Senin (4/4/2022).

Lebih lanjut lagi, pemerintah diminta untuk segera mengimplementasikan neraca komoditas baja sebagai dasar pemberian izin impor.

Dengan begitu, data riil kapasitas industri dalam negeri akan menjadi acuan untuk mengeluarkan alokasi izin kuota impor yang ada di neraca komoditas, tidak hanya berdasarkan rekomendasi kementerian teknis.

"Perlu neraca komoditas sebagai basis perhitungan kebutuhan produk impor secara adil dan transparan dengan mempertimbangkan kemampuan suplai produsen di dalam negeri," tambah Melati.

Tahun ini, lima neraca komoditas pangan seperti garam, gula, beras, daging sapi, dan produk perikanan mulai menerapkan neraca komoditas. Menurut rencana, akan lebih banyak produk dimasukkan ke dalam neraca komoditas pada 2023 mendatang.

Selain itu, Melati mengatakan kebutuhan baja dalam negeri sebenarnya bisa terpenuhi oleh kapasitas produksi produsen baja nasional. Industri baja dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan baja domestik dan substitusi produk impor terbilang memadai dan punya peluang besar karena bebas hambatan dalam kapasitas industrinya.

Meski demikian, volume impor baja yang tinggi terancam menggerus utilisasi industri baja. Saat ini, pasokan baja dari luar negeri bahkan mencakup 43 persen dari total konsumsi baja. Padahal, produksi dan konsumsi baja diproyeksikan mengalami kenaikan seiring berlangsungnya program strategis nasional seperti pembangunan ibu kota negara baru serta peningkatan industri otomotif.

"Impor yang tinggi membuat utilisasi industri baja berada di posisi yang rendah dengan rata-rata hanya 54 persen, angka ini masih sangat jauh dari kondisi di negara lain seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa yang utilisasinya mencapai 80 persen," papar Melati.

Menurutnya, pemerintah perlu menyusun neraca komoditas untuk produk besi dan baja dalam negeri sebagai langkah pertama kondisi ini. Pemerintah perlu mendata kebutuhan domestik, utilisasi industri, kapasitas produksi industri, hingga kebutuhan impor.