freightsight
Jumat, 22 November 2024

EKSPOR

Harga Sawit yang Melambung karena Ukraina DPR beri Kritik Luhut

11 Juli 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Kelapa Sawit

Kelapa Sawit via kabarsiger.com

Anggota Komisi VI DPR RI mengkritisi pernyataan Luhut bahwa kebijakan ekspor Ukraina menjadi biang kerok harga TBS kelapa sawit jeblok.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara menjelaskan pengelolaan CPO gagal total karena ekspor tertahan dan negara rugi.

Deddy Yevri Sitorus selaku Anggota Komisi VI DPR RI mengkritisi pernyataan Luhut Binsar Panjaitan bahwa kebijakan ekspor Ukraina kini telah menjadi biang kerok harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit jeblok di bawah Rp1.000 per kg.

Deddy juga menyebutkan bahwa ucapan Luhut yang menyalahkan Ukraina terkesan memang tidak bertanggung jawab. “Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” kata Deddy seperti dikutip dari Antara pada Sabtu (9/7/2022).

Politikus PDI Perjuangan itu rupanya juga berpendapat anjloknya harga TBS petani karena beberapa faktor, misalnya kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor serta mekanisme perizinan ekspor (PE) memakan waktu. Kemudian, kebijakan distribusi minyak goreng kacau tentu tingginya beban pungutan ekspor serta flushing out.

“Kekacauan itulah yang menyebabkan harga TBS petani hancur di bawah kewajaran,” kata Deddy.

Beliau juga menegaskan pemerintah jangan lagi mencari kambing hitam terkait harga TBS ini. Pasalnya, karena memang harga keekonomian TBS ambruk karena kapasitas tangki penampung crude palm oil (CPO) overload sehingga tidak akan mampu untuk menampung lagi.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara itu pun di sini menjelaskan pengelolaan CPO juga minyak goreng gagal total karena ekspor tertahan dan negara rugi.

Menurutnya, perusahaan tengah dirugikan karena kualitas CPO menurun juga petani kecil menjerit karena harga terjun bebas.

Bahkan, saat permintaan dunia menurun nyaris 30 persen, harga TBS dan CPO rontok di bawah harga keekonomian.

“Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat,” ujarnya.

Deddy juga mengatakan kondisi ini lah kemudian mendorong pasar global mencari jalan keluar untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka terkait minyak nabati.

Pasar juga mulai mengalirkan minyak nabati selain sawit di dunia, salah satunya adalah minyak bunga matahari dari Ukraina.

“Jadi, masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut-marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” tuturnya.

Di Bawah Rp1.000 Per Kg

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di sini mengatakan harga TBS kelapa sawit di bawah Rp1.000 per kg di banyak daerah Indonesia.

Bahkan, harga TBS kelapa sawit yang ada di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, anjlok Rp650 per kg.

Luhut di sini juga mengatakan kebijakan ekspor Ukraina adalah biang kerok harga TBS kelapa sawit jeblok. Beliau juga menuturkan Ukraina kembali membuka keran ekspor minyak nabati sunflower atau minyak biji matahari sempat terhenti lima bulan.

Bukan hanya itu, Ukraina menurunkan pajak ekspor minyak biji matahari demi menguatkan ekspor.

“Memang tidak mudah menaikkan harga TBS itu karena kan selama ini harga minyak di Ukraina, minyak sunflower itu sudah lama tak ter-ekspor berapa bulan tuh, empat sampai lima bulan. Sekarang dia (Ukraina) menurunkan pajak (ekspor juga), pengaruh lah ke yang lain,” ungkap Luhut.

Luhut juga mengaku bahwa belum punya proyeksi kapan harga TBS kelapa sawit dapat kembali merangkak. Karena, Ukraina gencar mengekspor minyak biji matahari karena pasokan melimpah.

“Nggak bisa ngomong sekarang (kapan harga TBS naik). Harus lihat Ukraina, cadangan (minyak biji matahari) besar sekali tuh. Sekarang dibuka (ekspor), pajak dikurangi,” jelas Luhut.