freightsight
Senin, 29 April 2024

INFO INDUSTRI

Ekonom Ramal Prospek Impor Minyak Sepanjang 2022

4 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Impor Minyak

Kilang Minyak via Pixabay

**Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) Desember 2021 hingga Januari 2022 meningkat sebesar US$ 79,63 per barel. **

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperingatkan terjadinya lonjakan impor minyak Indonesia seiring kenaikan harga minyak mentah namun lifting masih rendah.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) Desember 2021 hingga Januari 2022 meningkat sebesar US$ 79,63 per barel.

Level ini naik sekitar 57,7% dibanding periode yang sama pada 2021. Bahkan, rata-rata ICP tersebut jauh di atas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diproyeksi sebesar US$ 63 per barel.

Sementara itu, lifting minyak pada Januari 2022 lalu baru mencapai 573.000 barel per hari, jauh di bawah target APBN 2022 sebesar 703.000 barel per hari.

“Kita perlu waspada karena lonjakan harga minyak dan Indonesia perlu impor,” kata Menkeu dalam paparannya pada Senin (28/3/2022).

Di sisi lain, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menerangkan, seiring dengan pemulihan ekonomi yang membaik dari tahun lalu, kemungkinan impor juga akan meningkat, terlebih lagi menjelang Ramadhan dan mudik lebaran.

“Kebutuhan untuk stok sebenarnya mencukupi, meskipun harga minyak dengan melonjak drastis. Terlebih lagi dalam situasi menjelang Ramadhan dan mudik lebaran dimana kebutuhan impor akan naik,” kata Eko dalam sebuah siaran pers pada Senin (28/3/2022).

Ini terjadi karena produksi minyak dalam negeri hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhan konsumsi nasional, sehingga menurut Eko masih memerlukan faktor stabilitas kurs untuk mengatasi kondisi ini.

Ekonom Centre of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet turut berkomentar, menurutnya jika mengacu pada kondisi tahun lalu, volume impor produk minyak mengalami pertumbuhan sebesar 22%, setelah di tahun sebelumnya mengalami kontraksi hingga jatuh sebesar -3%.

Kenaikan volume ekspor minyak pada 2021 juga diikuti oleh kenaikan harga minyak global yang berada pada kisaran rata-rata US$ 69 per barel. Sehingga Yusuf menilai kenaikan pertumbuhan nilai impor minyak mencapai 83% lebih tinggi.

“Pada tahu ini proyeksi pertumbuhan ekonomi dinilai jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, sebab berbagai aktivitas industri tentu membutuhkan minyak sebagai salah satu bahan baku,” katanya.

Sehingga dari segi permintaan ada potensi kenaikan yang akan tumbuh di level tinggi seperti tahun lalu, ditambah dengan konfigurasi harga minyak dunia yang diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021.

“Peluang harga minyak berada pada level US$ 80-90 per barel. Namun jika menyoroti konteks neraca dagang, menurut saya kenaikan impor minyak masih bisa dikompensasi oleh meningkatnya kinerja ekspor komoditas pertambangan dan manufaktur di tahun ini,” pungkasnya.

Sebelumnya, sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), memberlakukan larangan impor energi dari Rusia, menyusul invasi Moskow ke Ukraina. Namun ekonomi utama Eropa yang bergantung pada pasokan energi minyak dan gas dari Rusia telah menghindari tindakan drastis yang menyebabkan perpecahan di Uni Eropa.

Australia, Inggris, Kanada, dan AS telah melarang impor minyak Rusia pasca dilancarkannya agresi Rusa terhadap Ukraina, tindakan ini memicu krisis pengungsi terbesar dalam beberapa dekade.

Sejauh ini, 27 anggota blok tersebut tidak dapat menyepakati embargo, dimana Jerman bersikap oposisi terhadap kebijakan tersebut yang dianggap tergesa-gesa dan dapat mendorong ekonomi dunia ke dalam resesi. Sementara beberapa negara lainnya seperti Hungaria menentang larangan apapun.