freightsight
Minggu, 24 November 2024

INFO INDUSTRI

Atasi Harga BBM, AS Rencana Lepas 180 Juta Barel Cadangan Minyak

6 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Harga Minyak

Barel Minyak via Getty Images (fool.com)

Pemerintahan Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan untuk melepas cadangan minyak AS sekitar 1 juta barel per hari selama beberapa bulan ke depan. Rencana itu disiapkan untuk menghadapi kenaikan harga bahan bakar dan kekurangan pasokan pasca perang Rusia dan Ukraina.

Pemerintahan Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan untuk melepas cadangan minyak AS sekitar 1 juta barel per hari selama beberapa bulan ke depan. Rencana itu disiapkan untuk menghadapi kenaikan harga bahan bakar dan kekurangan pasokan pasca perang Rusia dan Ukraina.

"Jika ingin harga lebih rendah, kita harus memiliki lebih banyak pasokan minyak sekarang," kata Biden.

Presiden juga meminta Kongres menindak tegas perusahaan minyak dan gas yang menyewakan lahan publik tapi tidak beroperasi. Biden mengatakan akan menekan Undang-Undang Produksi Pertahanan untuk mendorong penambangan mineral untuk baterai di kendaraan listrik sebagai upaya peralihan ke sumber energi yang lebih bersih dan mengurangi bahan bakar fosil.

Dilansir dari Bloomberg, sumber terpercaya informasi tersebut melaporkan, kemungkinan total cadangan minyak yang dilepas mencapai 180 juta barel.

"Rencana ini diikuti oleh dorongan diplomatik untuk Badan Energi Internasional agar mengkoordinir rilis global dari negara lain," katanya.

Sumber tersebut menyebutkan, saat ini belum ditentukan keputusan akhir pelepasan cadangan global. Namun, Pemerintahan Biden kemungkinan akan segera mengeluarkan aturan baru terkait pelepasan cadangan minyak AS.

Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) terpantau merosot 5,5% pada perdagangan Kamis (31/3/2022) di tengah rencana AS akan mengeluarkan cadangan minyaknya.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih menyampaikan bahwa Presiden Biden akan menyampaikan pidato hari ini terkait upayanya mengendalikan harga energi dan menekan harga gas dunia untuk Amerika.

Saat ini Biden tengah sedang berada di bawah tekanan untuk menahan lajunya inflasi, terutama dengan menekan harga bahan bakar. Pada 2021 lalu, pemerintah AS menjanjikan penurunan harga minyak dan gas akan terjadi pada 2022.

Namun yang terjadi malah sebaliknya, seperti dilaporkan data klub mobil AAA, harga bahan bakar justru meningkat drastis dimana harga bensin di California hampir menyentuh US$ 6 per galon. Sementara harga rata-rata nasionalnya mencapai US$ 4,24.

Dalam enam bulan terakhir, Biden telah memesan dua pelepasan besar cadangan minyak AS yakni sebanyak 50 juta barel pada November 2021 dan 30 juta barel lagi pada Maret tahun ini. Pelepasan cadangan minyak tersebut cukup mampu mengendalikan kenaikan harga minyak.

Pada saat yang sama, pemerintahan Biden juga terus berupaya untuk merayu negara-negara OPEC agar meningkatkan produksinya untuk mengurangi harga bensin AS.

Meskipun dalam tentang persiapan ini telah dijual dan ditukar kira-kira 24 kali, termasuk untuk mengurangi gangguan rantai pasokan, mengurangi defisit dan mengimbangi pengeluaran federal, hal itu tidak pernah dilakukan dalam skala saat ini.

Biden menyoroti pasokan minyak dan potensi pelepasan putaran lain dari cadangan selama diadakannya pertemuan bersama sekutu AS di Eropa pekan lalu. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, topik tersebut menjadi bahasan utama pada pertemuan G-7.

Di Eropa, Biden juga mengumumkan kerja sama dengan UE dalam menyediakan 15 miliar meter kubik gas alam cair tahun ini di kawasan paling terdampak guna mengurangi ketergantungan mereka pada pasokan dari Rusia.

Negara-negara Eropa sudah menyusun rencana untuk melakukan larangan impor terhadap produk energi dari Rusia. Sebagaimana diketahui, Rusia adalah negara pemasok minyak mentah terbesar kedua di dunia.

Moskow menyumbang lebih dari 40% konsumsi gas Eropa, 27% impor minyak dan 46% impor baru bara.

Baru-baru ini, Putin menuntut agar negara-negara membayar gas dalam rubel. Namun negara-negara G-7 menolak ketentuan itu karena dianggap melanggar kontrak. Akan tetapi ancaman itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Kremlin akan membalasnya dengan memangkas jumlah pasokan.