freightsight
Sabtu, 27 April 2024

PENGIRIMAN DARAT

Turunnya Biaya Logistik Terdapat dari Kualitas Jalan

16 Mei 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via envato.com

Seharusnya pemerintah menerapkan zero ODOL untuk angkutan niaga mulai awal tahun ini.

Tingginya biaya logistik ini tidak bisa dianalisis dengan pengamatan sesaat.

Seharusnya pemerintah menerapkan zero over dimension overload (ODOL) untuk angkutan niaga mulai awal tahun ini. Namun, masih banyak juga truk yang mengangkut barang melebihi kapasitas dan dimensi. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa penerapan zero ODOL tidak lagi secara otomatis yang dapat menaikkan daya saing produk-produk Indonesia terhadap negara lain.

Ketua Bidang Perhubungan Apindo Carmelita Hartoto menjelaskan bahwa karena biaya logistik masih tinggi, produk-produk dari Indonesia pun akan sulit bersaing dengan produk dari negara lain. ”Tingginya biaya logistik yang mengakibatkan produk-produk Indonesia kurang kompetitif,” ujarnya di Jakarta (14/5).

Menurut Carmelita, tingginya biaya logistik ini tidak bisa dianalisis dengan pengamatan sesaat, tetapi harus melalui investigasi komprehensif dan terukur yang disertai bukti-bukti yang aktual. Merujuk pada logistics performance index (LPI) yang dirilis World Bank, ada beberapa indikator yang bisa memengaruhi kenaikan biaya logistik. Salah satunya yaitu adalah kualitas infrastruktur jalan. ”Infrastruktur jalan yang rusak menjadi salah satu penyebab masih tingginya biaya logistik,” katanya.

LPI Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 3.0 dan menempati posisi ke-63. Berdasar data itu, score LPI Indonesia di bawah Cile, Vietnam, Filipina, maupun Brasil. Bahkan jauh tertinggal kalau dibandingkan Singapura yang mengantongi skor tertinggi LPI versi World Bank, yakni 4.3, dan Hongkong dengan 4.0.

Kinerja logistik RI juga kalah dari negara tetangga lainnya. Misalnya, Malaysia memiliki angka 3.1 dan Thailand dengan skor 3.5. Namun, dia tidak sependapat jika keberadaan truk ODOL selalu dituding penyebab rusaknya infrastruktur jalan-jalan nasional. Menurut dia, penyebab jalan rusak tidak bisa dilihat dari satu perspektif saja.

”Harus dianalisis dan diukur penyebabnya. Berapa persenkah yang disebabkan ODOL dan berapa persen yang disebabkan buruknya pemeliharaan atau rendahnya kualitas infrastruktur jalan tersebut,” tegasnya.

Dia menyatakan bahwa Indonesia sangat luas dan diperlukan perbaikan infrastruktur untuk mendukung arus logistik. Bukan hanya yang ada di Jawa dan Sumatera, tetapi juga yang ada di seluruh pelosok tanah air dan dari sentra industri ke pelabuhan.

”Jika infrastruktur jalan kita sudah baik, biaya logistik juga akan turun dengan sendirinya. Begitu juga daya saing produk kita yang otomatis akan bisa bersaing dengan negara lain,” bebernya.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di sini pun juga mengungkapkan bahwa biaya logistik Indonesia 11 persen lebih mahal daripada dunia. Porsinya terhadap dari produk domestik bruto (PDB) mencapai 24 persen. Angka itu juga lebih tinggi ketimbang rata-rata dunia yang sebesar 13 persen. ”Akibatnya, produk Indonesia kurang bersaing dengan negara lain,” ujarnya.

Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama menuturkan bahwa salah satu masalah yang harus dilihat dari kebijakan zero ODOL adalah ketersediaan prasarana jalan. Menurut Suryadi, ada kelas jalan dengan beban menahan bobot atau tonase tertentu dan lebar tertentu, tetapi jalur-jalur atau ruas-ruas yang menghubungkan jalur utama itu justru tidak bisa mendukungnya.

”Jalan-jalan kita tidak terintegrasi. Begitu mengizinkan karoseri menjual truk-truk bertonase dan dimensi besar, pemerintah seharusnya juga menyiapkan jalan yang besar. Yang ada sekarang, pemerintah tidak menyiapkan jalan yang cukup besar. Tapi, begitu digunakan di jalan, dibilang melanggar. Nah, ini masalah yang harus juga diselesaikan,” tuturnya.