freightsight
Minggu, 24 November 2024

INFO INDUSTRI

Rusia Bukan Eksportir Minyak RI, Dirjen Migas: Hati-Hati Efek Domino

23 Februari 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Dirjen migas

Dirjen Migas via migas.esdm.go.id

• Dirjen Migas RI mengatakan, pemerintah tetap mencermati dan memantau pengaruh konflik Rusia dan Ukraina meskipun tidak berdampak langsung pada Indonesia.

• Indonesia lebih banyak melakukan impor migas dari negara-negara Timur Tengah dan Nigeria.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa Indonesia tidak mengimpor minyak dan gas (migas) dari Rusia maupun Ukraina sehingga konflik kedua negara tersebut tidak berdampak langsung terhadap suplai migas tanah air.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Aridaji mengatakan bahwa Rusia melakukan ekspor minyak mentah dan gas ke Eropa dan China, bukan Indonesia.

"Belum merasakan pengaruhnya langsung, tapi harus dicermati dengan baik, tetap harus hati-hati karena bisa ada efek domino," tutur Tutuka dalam siaran pers pada Senin (21/2/2022).

Sementara itu, Indonesia lebih banyak melakukan impor migas dari negara-negara Timur Tengah dan Nigeria. Menurut Tutuka, untuk produk impor lain seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Natural Gas (LNG) juga belum merasakan dampak langsung atas ketegangan yang memanas antara Rusia dan Ukraina.

Tutuka mengatakan, yang terpenting dari kondisi saat ini adalah stok BBM RI masih terhitung aman meskipun hanya untuk 21 hari. Kendati demikian, PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan minyak milik negara telah menyiasati hal tersebut dengan fleksibilitas yang tinggi atas kegiatan impor minyak dari banyak negara.

"Hal ini sudah diantisipasi, kami akan terus adaptif terhadap kondisi ketegangan yang terjadi di dunia," jelas Tutuka.
Tutuka lanjut mengatakan, pemerintah tetap mencermati dan memantau pengaruh konflik Rusia dan Ukraina meskipun tidak berdampak langsung pada Indonesia. Namun hal ini berdampak langsung ke Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Afrika yang menjadi pengekspor minyak terbesar ke Indonesia.

“Hal ini tetap akan berdampak pada suplai RI, jadi tetap harus kita cermati. Beberapa bulan sebelumnya kami sudah mengantisipasi hal ini dengan mengidentifikasi fasilitas apa saja yang ada di industry migas yang dapat kita jadikan cadangan untuk operasional,” tanda Tukua.

Adapun saat ini pemerintah terus melakukan komunikasi aktif dengan Pertamina dan pihak lain yang terlibat untuk siaga bila terjadi sesuatu sehingga pemerintah bisa bergerak lebih cepat.

"Kita sudah belajar dari tingginya produksi yang drastis akibat pandemi kemarin, peningkatan itu sangat tajam. sehingga ke depannya akan berupaya keras untuk menutupi lonjakan kebutuhan yang tajam tadi," tutupnya.