REGULASI
3 Agustus 2023
|
Penulis :
Tim FreightSight
Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) menolak rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$100 atau setara Rp1,5 juta per unit di marketplace.
Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) menolak rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Revisi tersebut akan melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$100 atau setara Rp1,5 juta per unit di e-commerce.
Ketua APLE Sonny Harsono menilai kebijakan baru tersebut tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. Sebagai contoh Sonny menbeutkan, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, hal itu justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal.
Menurut Sonny, penawaran akan tersedia selama permintaan masih ada.
"Ini sebenarnya sudah tergambar pada marketplace lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," ujar Sonny dalam keterangan resmi pada Rabu (2/8/2023).
Ia menjelaskan platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara.
Meski demikian, di negara-negara lain juga berlaku kebijakan yang sama, yaitu pengenaan pajak pada harga tertentu bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor.
Artinya, menurut Sonny, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan selisih antara ekspor dan impor di suatu negara.
Oleh karena itu, penutupan transaksi impor lintas negara justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia.
Sejatinya, APLE menilai proses impor cross-border ke Indonesia sejauh ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Dari sisi proses, impor dilakukan seratus persen secara digital dan terotomatisasi, terlebih bea cukai sudah mengaplikasikan e-catalog agar pendapatan negara yang berasal dari bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang besar dapat dipastikan sesuai ketentuan.
Untuk itu, APLE berharap pemerintah tetap mendukung platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border.
Pasalnya, platform yang tidak melakukan transaksi cross-border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut lantaran masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang.
Hal semacam ini tentunya malah akan merugikan negara, karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak.
Lebih lanjut, APLE mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah perlu mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara dengan volume yang lebih tinggi.
Kedua, pemerintah meningkatkan besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5 persen menjadi 10 persen ditambah PPN 10 persen dan PPh. Dengan demikian, harga barang impor menjadi tidak terlalu murah dan barang dalam negeri bisa lebih berdaya saing.
Ketiga, pemerintah melakukan screening terhadap e-commerce lokal yang tidak melakukan transaksi cross-border. Tujuannya agar setiap barang yang dijual telah dilengkapi bukti importasi. Kemungkinan besar, barang-barang yang berasal dari kegiatan impor tersebut akan sulit diawasi, apakah barang yang dijual tersebut telah memenuhi formalitas kepabeanan, dengan membayar bea masuk/ pajak sesuai dengan jenis dan nilai barangnya.
Keempat, pemerintah sebaiknya melakukan kunjungan ke sejumlah UMKM yang diprakarsai oleh platform untuk menjelaskan secara mendalam benefit dari transaksi ekspor cross-border bagi pelaku UMKM di tanah air.
Bagikan artikel ini:
ARTIKEL TERKAIT
TERPOPULER
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
17 Januari 2024
3 Januari 2024
19 Desember 2023
6 Desember 2023
5 Desember 2023
4 Desember 2023
Selalu update dengan berita terbaru!
LAPORAN INDUSTRI
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
Copyright 2021 © Freightsight. Kebijakan privasi