freightsight
Jumat, 22 November 2024

INFO INDUSTRI

Pemerintah Tingkatkan Tarif Ekspor, Emiten CPO Paling Terdampak?

25 Maret 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Angkutan CPO

Angkutan CPO Sawit via mediaindonesia.com

Mendag Lutfi mengatakan, kenaikan tarif ekspor ini akan dialokasikan pada subsidi minyak goreng curah melalui pendanaan yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Sektor perkebunan sawit dan CPO merasa terbebani oleh kebijakan pemerintah untuk menghapus domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Kondisi ini juga semakin diperparah oleh penetapan harga batas atas baru untuk pungutan ekspor (export levy) yang dinaikkan.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan kenaikan harga batas atas CPO terkait pengenaan pungutan ekspor menjadi US$1.500 per ton akan mendorong kenaikan tarif yang dikenakan kapada para eksportir atau pelaku usaha.

Pada batas atas harga yang berlaku sebelumnya yakni sebesar US$1.000 per ton, eksportir hanya dikenakan pungutan wajib ekspor senilai US$175 per ton lalu seterusnya tarif berlaku flat.

Akan tetapi, dengan ditetapkannya kebijakan batas atas baru, tarif maksimum yang harus dibayar pihak eksportir mencapai US$375 per ton bersamaan dengan harga CPO melampaui US$1.500 per ton.

Mendag Lutfi mengatakan, kenaikan tarif ekspor ini akan dialokasikan pada subsidi minyak coreng curah melalui pendanaan yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Analis CGS-CIMB Ivy Ng dalam penelitiannya memproyeksi bahwa mulai diberlakunya kebijakan ini pada 18 Maret 2022, produsen minyak sawit akan membayar tambahan pungutan ekspor sebesar US$160 per ton.

“Terjadi kenaikan 43% merujuk pada harga referensi SPO Indonesia untuk Maret senilai US$1.432 per ton,” kata Ivy dalam risetnya dikutip pada Minggu (20/3/2022).

Ivy menilai, melambungnya tarif pungutan ekspor sawit akan memunculkan sentimen negatif bagi produsen minyak sawit Indonesia dalam menikmati profit maksimal dari kenaikan harga CPO global. CGS-CIMB memprediksi kenaikan ini tidak akan mempengaruhi proyeksi pendapatan emiten perkebunan sawit pada kurun 2022-2024 mengikuti asumsi harga CPO menempati kisaran US$900-US$1.146 per ton.

Sementara itu, Research Analyst RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal mengatakan kenaikan tarif ekspor CPO akan memaksa para pelaku usaha untuk mengkaji ulang aktivitas ekspor mereka.

“Dalam tanda kutip para pelaku ekspor ini sedikit dipaksa untuk menjual produknya ke dalam negeri. Tapi ini memang tujuan pemerintah agar pasokan dalam negeri bisa stabil,” kata Fuzan.