freightsight
Sabtu, 4 Mei 2024

EKSPOR

Pemerintah Optimistis Ekspor 2023 Tumbuh Positif karena Meningkat Signifikan pada 2022

13 Januari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via pexels

Nilai perdagangan ekspor Indonesia 2022 mengalami peningkatan signifikan dengan nilai ekspor hingga Rp268 miliar.

Pemerintah pun di sini juga telah berhasil memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 ini yang akan tetap tumbuh positif walaupun memang lebih melambat daripada tahun lalu.

Nilai perdagangan ekspor Indonesia pada 2022 justru telah mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan nilai ekspor yang mencapai hingga Rp268 miliar. Peningkatan ekspor tersebut tentu saja juga ditunjang oleh berbagai komoditas utama misalnya besi baja, bahan bakar fosil dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Hal tersebut tentunya juga telah disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers, Rabu (11/01/2023), di Kantor Presiden, Jakarta, setelah berhasil mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) terkait Evaluasi Capaian Ekspor Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

“Batu bara bisa mengompensasi impor dari minyak sehingga kita di bidang energi ini positif sebesar hampir USD6,8 billion secara year to date, sedangkan iron and steel USD29 billion, dan CPO sekitar USD30 billion. Sehingga tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat,” kata Airlangga.

Pemerintah pun di sini telah memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 ini yang akan tetap tumbuh positif walaupun memang lebih melambat daripada tahun lalu. Airlangga di sini pun juga menuturkan bahwa pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor di angka 14,9 persen.

“Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun depan [2023] diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8 [persen], impornya 14,9 persen,” ujarnya.

Airlangga mengungkapkan bahwa memang di dalam ratas Presiden Jokowi menginstruksikan supaya pertumbuhan ekspor yang positif ini bisa diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Presiden di sini pun tentu juga meminta supaya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam bisa segera diperbaiki.

“Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Jadi dengan demikian, kita akan melakukan revisi [PP Nomor 1 Tahun 2019], sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa,” kata Airlangga.

Terkait negara tujuan ekspor, Airlangga di sini pun juga menyampaikan bahwa memang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) masih juga menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi, diikuti oleh Amerika Serikat, India, Jepang serta Malaysia. Nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi.

“Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden,” imbuhnya.

Bukan hanya itu, Presiden di sini pun tentunya juga ikut mendorong jajarannya demi bisa mengeksplorasi dan membuka pasar nontradisional.

“Bapak Presiden sudah mendorong pasar nontradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan di pantai barat itu Kenya. Dan, tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor [Indonesia]) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita,” pungkasnya.