freightsight
Sabtu, 20 April 2024

DOMESTIK

Pelaku Logistik di Indonesia Perlu Siap Hadapi Perubahan Rantai Pasok Global

19 Juli 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Logistik Indonesia

Ilustrasi Supply Chain via hashmicro.com

Pelaku bisnis logistik di Indonesia sudah saatnya bersiap mendukung perubahan rantai pasok global.

Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih tepat dalam menjaga ketahanan ekonomi nasionalnya sehingga inflasi dapat terkendali dengan berbagai program telah dilaksanakan.

Pelaku bisnis logistik di Indonesia sudah saatnya bersiap mendukung perubahan rantai pasok global, tetapi tetap memerhatikan ketahanan perekonomian dalam negeri.

Yukki Nugrahawan Hanafi selaku Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), mengingatkan para pemain logistik di sektor darat, laut, dan udara memiliki perspektif lebih luas untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.

"Kita (pelaku logistik) harus mendukung perubahan pada kelancaran pasok dunia saat ini di tengah berbagai persoalan yang sedang melanda. Namun komitmen kita sebagai pelaku usaha juga penting dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional tersebut," ungkap Yukki dalam keterangannya, Senin (18/7/2022).

Beliau menyebutkan, dari sisi bisnis logistik, imbas perang Rusia-Ukraina telah merubah geopolitik di kawasan Eropa dan juga isu pangan global sekarang menyebabkan multiplier effect terhadap pemenuhan rantai pasok global.

Sebelumnya, berbagai negara belahan dunia direpotkan oleh urusan mengatasi pandemi Covid-19 kemudian berdampak terhadap persoalan kenaikan freight, kesulitan kontainer karena banyak pelabuhan masih memberlakukan lockdown.

Yukki mengungkapkan hingga kini kesulitan kapal tidak hanya pada kapal kontainer, tetapi merembet pada kapal-kapal curah.

Namun, kebijakan Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih tepat dalam menjaga ketahanan ekonomi nasionalnya sehingga inflasi dapat terkendali dengan berbagai program telah dilaksanakan.

Salah satunya hilirisasi Industri telah dicanangkan beberapa tahun lalu, sebagai strategi meningkatkan nilai tambah komoditas nasional.

Pasalnya, dengan adanya hilirisasi, komoditas diekspor bukan lagi berupa bahan baku, tetapi berupa barang setengah jadi atau barang jadi.

Adapun tujuan hilirisasi ini untuk meningkatkan nilai jual komoditas, memperkuat struktur industri, menyediakan banyak lapangan pekerjaan, juga meningkatkan peluang usaha dalam negeri.

"Jika Indonesia terus bergantung pada ekspor komoditas mentah, maka Indonesia akan mudah terpuruk ketika nilai jual komoditas tersebut menurun," ujar Yukki.

“Karenanya, ALFI mendukung Pemerintah RI dalam mendorong lebih banyak investasi di dalam negeri untuk memperkuat hilirisasi daerah," ucap Yukki.

Daya Beli

Yukki mengingatkan pentingnya menjaga daya beli masyarakat (konsumsi) serta menjaga daya tahan para pelaku eksportir nasional demi terus berkiprah di kancah global sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

"Perlu dijaga juga sampai dimana daya tahan eksportir kita terhadap daya tekan dan kondisi global saat ini di tengah melonjaknya harga komoditi dan fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Namun di sisi lain daya beli masyarakat juga harus dijaga karena pertumbuhan ekonomi kita berdasarkan dua hal yakni konsumsi dan investasi," ucap Yukki.

Dengan demikian, Yukki mengatakan pelaku usaha logistik yang ada di Tanah Air perlu mengantisipasi juga berhati-hati melihat perspektif global sekarang, walaupun posisi perekonomian Indonesia masih aman dan inflasi masih dapat terkendali.

"Isu Perang Rusia-Ukraina yang telah merubah geopolitik Eropa serta potensi meningkatnya harga pangan global saat ini perlu menjadi perhatian kita bersama," papar Yukki.

Sebelumnya, dalam High Level Seminar G20 Indonesia 2022 yang ada di Nusa Dua, Badung, Bali, pada Jumat, 15 Juli 2022, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan mengatakan bahwa harga pangan global berpotensi untuk bisa meningkat hingga 20 persen menuju akhir tahun 2022.

Perang di Ukraina dan memburuknya pembatasan ekspor juga memperparah dampak pandemi Covid-19 yang berhasil mengakibatkan ketidak sesuaian permintaan pasokan juga gangguan pasokan yang mendorong harga pangan ke level tertinggi.