freightsight
Kamis, 25 April 2024

PENGIRIMAN LAUT

Para Ahli Peringatkan Ancaman Kelumpuhan Rantai Pasok Global Akibat Lockdown China

28 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Pasokan Global

Pelabuhan Shanghai via newindianexpress.co

Bahkan dengan pelabuhan udara dan laut tetap dibuka, lamanya pemberlakuan lockdown dapat menyebabkan gangguan logistik yang signifikan.

Lockdown berkepanjangan di pusat komersial dan perdagangan China, Shanghai diramal dapat mengganggu rantai pasokan global. Situasi ini memberikan pukulan telak bagi ekonomi dunia yang telah kehilangan momentum pemulihannya setelah perang Rusia dan Ukraina.

Pemerintah setempat memberlakukan “zero-COVID” yang cenderung merusak jaringan logistik domestik yang berpusat di Shanghai, sebagai pelabuhan terbesar China.

Pemerintah Komunis yang berkuasa diperkirakan akan terus mengambil langkah drastis untuk membendung pandemi Covid-19 sampai periode akhir kongres kedua di musim gugur. Di mana presiden Xi Jinping akan mengamankan masa jabatan ketiganya yang dinilai kontroversial.

Sebagaimana diketahui, pada akhir Maret, China memutuskan untuk melakukan lockdown Shanghai yang memiliki penduduk 24,9 juta jiwa. Selain itu juga menyeret pusat teknologi selatan di Shanzen dengan 17 juta warga, dan mengunci wilayah Changchun di timur laut dengan 9 juta warga.

Di daerah yang terkena pemberlakukan lockdown Shanghai, aktivitas penduduk dibatasi termasuk dengan penghentian sementara transportasi umum. Peraturan karantina yang ketat juga mencegah pengiriman barang impor yang dimuat di pelabuhan ke luar kota.

Seperti dilaporkan Reuters, setidaknya 373 orang di kota-kota yang menjadi pabrik industri dunia di Shanghai, lokasi yang menyumbang 40% dari produk domestik bruto China, telah menghentikan segenap aktivitas produksinya akibat lockdown.

Lockdown ketat telah membuat penduduk kesulitan memperoleh akses makanan. Bahkan para ahli mengatakan, kebijakan penguncian Covid tersebut akan membuat China tidak bertahan dan memukul rantai pasokan global.

Perwakilan Perusahaan Pelayaran Freightos mengatakan, Shanghai adalah rumah bagi pelabuhan terbesar di dunia, dan meskipun sebagian besar tetap buka, truk berjuang untuk menurunkan muatan karena peraturan izin yang ketat, menyebabkan kontainer pengiriman menumpuk.

“Bahkan dengan pelabuhan udara dan laut tetap dibuka, lamanya pemberlakuan lockdown dapat menyebabkan gangguan logistik yang signifikan,” pada Jumat (15/4/2022).

Situasi ini bisa menjadi kabar buruk bagi beberapa negara konsumen seperti Amerika Serikat (AS), mengingat fakta bahwa AS mengimpor lebih banyak barang dari China daripada tempat lain di dunia selama beberapa dekade terakhir.

Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat mencatat pada 2020, AS mengimpor barang senilai US$ 435 miliar dari beberapa kota di China. Kemudian bertambah lagi pengiriman sebesar US$ 125 miliar.

Pakar pengiriman laut dan rantai pasokan pendiri Joe Monroe Consulting, Joe Monroe mengatakan kepada FreightWave pada Jumat (15/4/2022) bahwa setelah lockdown berakhir, diprediksi akan terjadi pergerakan barang luar biasa yang melumpuhkan rantai pasok.

“Ini mungkin akan lebih buruk dari Wuhan, akan ada banyak pengiriman tertahan,” katanya.

CEO penasihat industri perkapalan Vespucci Maritime, Lars Jensen juga mengatakan hal serupa. Menurutnya tidak terlihat akhir dari gangguan produksi dan logistik di China.

“Situasi rantai pasokan di Shanghai terus memburuk. Pelabuhan kehabisan kapasitas untuk beberapa jenis kargo karena importir tidak dapat mengumpulkan barang-barang mereka, ” kata Jensen dalam sebuah pernyataan tertulisnya pada Jumat (15/4/2022).

Bank investasi juga membunyikan alarm tentang dampak potensial dari lockdown ketat di China. Dalam catatan yang menurunkan ekspektasi pertumbuhan PDB China, UBS mengatakan lebih banyak daerah telah memulai penguncian de facto sejak menemukan kasus COVID-19.

“Masalah logistik lebih meluas pada bulan April, yang menyebabkan gangguan produksi di berbagai industri. Ini dapat berdampak pada perdagangan China secara lebih signifikan pada bulan April." tulis tim UBS yang dipimpin oleh ekonom Tao Wang.