freightsight
Jumat, 22 November 2024

EKSPOR

Mayoritas Diserap China, Ekspor Turunan Nikel Tembus Angka 506,13 triliun

31 Januari 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

produk nikel

via ekonomi.bisnis.com

• Kemenko Marves melaporkan torehan ekspor turunan bijih nikel berhasil menyentuh angka US$33,81 miliar.
• Ekspor nikel matte sepanjang tahun lalu rupanya juga sudah menembus di angka US$3,74 miliar atau setara dengan Rp56,34 triliun.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melaporkan bahwa torehan ekspor produk turunan bijih nikel rupanya berhasil menyentuh angka US$33,81 miliar atau setara dengan Rp506,13 triliun, asumsi kurs Rp14.970 sepanjang tahun 2022.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pertumbuhan ekspor turunan bijih nikel ditopang oleh penjualan produk turunan dari lini bahan baku baterai kendaraan listrik misalnya nikel matte dan mixed hydroxide precipitate (MHP).

Luhut mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen melanjutkan program hilirisasi bijih nikel sampai nikel matte dan MHP setelah penjualan iron steel naik signifikan pada lima tahun terakhir.

“Kita juga sudah mulai dengan nikel matte dan MHP, kita sudah mulai jadi kita tidak hanya tergantung pada hilirisasi nikel iron steel saja,” kata Luhut dalam Acara Saratoga Investment Summit, Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Berdasarkan catatan Kemenko Marves, ekspor nikel matte sepanjang tahun lalu rupanya sudah menembus angka US$3,74 miliar atau setara dengan Rp56,34 triliun. Sementara itu, nilai ekspor MHP juga sudah berhasil mencapai US$2,19 miliar atau setara dengan Rp32,78 triliun. Adapun produksi nikel matte dan MHP domestik secara keseluruhan dijual ke pasar China dengan nilai yang mencapai 3,68 miliar atau setara dengan Rp55,08 triliun. Sisanya, penjualan nikel matte dan MHP dilakukan demi sejumlah pembeli potensial dari Jepang, Korea Selatan hingga Norwegia dengan total pembelian di kisaran US$1,91 miliar atau setara dengan Rp28,59 triliun.

“Itu sudah kelihatan sekali berbeda dari situ kita sudah mulai berhenti pada iron steel, kita kalau tambah [iron steel] mungkin tidak banyak lagi kita mau masuk pada turunannya sampai lithium baterai,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa industri tambang nikel terpaksa langsung mengekspor olahan bijih nikel hasil dari pemurnian awal karena belum terciptanya industri perantara dan hilir yang kuat demi menyerap komoditas setengah jadi tersebut. Konsekuensinya, nilai tambah olahan nikel dari pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter justru malah lari ke luar negeri.

CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus mengatakan bahwa ternyata situasi itu juga sudah terjadi karena memang belum siapnya industri anoda domestik demi bisa melanjutkan serapan turunan dari mix hydroxide precipitate (MHP) seperti nikel sulfat (NiSO4) dan Cobalt Sulfat (CoSO4).

“MHP kita masih ekspor karena kita belum olah di dalam negeri sampai ke sulfat ke packing menjadi sel, itu masih tahap satu setelah bijih nikel, karena siapa yang mau beli,” kata Alex saat ditemui di Jakarta Convention Center, Rabu (12/10/2022).

Dengan demikian, Alex menegaskan bahwa nilai tambah dari kegiatan hilirisasi tambang nikel di Morowali sebagian besar justru terjadi di luar negeri. Beliau juga meminta pemerintah untuk segera menggalakan pembangunan industri perantara hingga hilir demi bisa menyerap limpahan nikel hasil dari pemurnian tersebut.

“Sekarang kami produksi prekursor dan katoda tapi di dalam negeri tidak ada industri anodanya tetap saja harus ekspor, proses hilirisasi harus disambung dengan industri, baru nilai tambah kita dapatkan,” kata Alex.