PENGIRIMAN DARAT
17 Juni 2022
|
Penulis :
Tim FreightSight
Aptrindo beranggotakan sejumlah pengusaha di sektor transportasi meminta pemerintah terbuka pada aspirasi pemangku kepentingan angkutan barang dalam penanganan truk ODOL. Diharapkan juga supaya pemerintah menyeragamkan ketentuan Jumlah Berat Diizinkan (JBI).
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) yang beranggotakan sejumlah pengusaha di sektor transportasi meminta supaya pemerintah terbuka pada aspirasi para pemangku kepentingan angkutan barang dalam penanganan truk Over Dimension Over Loading (ODOL).
Dikutip dari kantor berita Antara, Aptrindo juga meminta supaya ketentuan Muatan Sumbu Terberat (MST) untuk diubah.
"MST ini sebagai patokan petugas di lapangan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Kami meminta ini diubah," ungkap Agus Pratiknyo selaku Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi dan Logistik DPD Aptrindo Jateng-DIY dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Disebutkannya bahwa kelas jalan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 mengenai Lalu lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa Jalan Kelas I ditentukan pada Muatan Sumbu Terberat (MST) yaitu sebesar 10 ton, Jalan Kelas II MST 8 ton juga Kelas Jalan III MST 8 ton.
Permintaan yang telah diajukan itu adalah diubah menjadi 13 ton lantaran operasional kendaraan di bawah penanganan Aptrindo yang beroperasi di jalan antarkota, antarprovinsi, hingga antardesa sampai kesulitan untuk bisa mengganti armada sewaktu-waktu.
Bukan hanya itu, diharapkan juga supaya pemerintah menyeragamkan ketentuan Jumlah Berat Diizinkan (JBI). Sehingga ini akan dapat memudahkan pengawasan petugas yang ada di lapangan serta mencegah adanya pungutan liar.
"Penanganan truk Over Dimension Over Loading (ODOL) ini butuh keterbukaan dan kejujuran. Jangan melulu pengusaha angkutan selalu disalahkan merusak jalan dan merugikan negara," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Adrianto Djokosoetono selaku Ketua Umum DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) menyampaikan, penanganan ODOL juga memerlukan ketegasan pemerintah tentang spesifikasi kendaraan.
"Penegakan hukum cukup masif namun tidak cukup mengawasi setiap kendaraan yang ada di jalan. Terkesan dari anggota kami, ada yang ditindak dan ada yang tidak, sehingga jadi perbedaan antara satu dengan penyedia jasa yang lain," katanya.
Adrianto Djokosoetono di sini juga mengatakan, pemerintah harus memperluas penegakan hukum tentang ODOL yang menyangkut masalah izin kendaraan, sampai kepada pemilik barang.
"Kami sebagai penyedia jasa seringkali berdiri paling depan, seakan hanya kami yang melanggar, tidak pada pemilik barang," ujarnya.
Kemudian terkait penindakan ODOL, tidak dilakukan dengan menurunkan barang di jalan, tetapi menerapkan denda dibayar secara digital supaya lebih transparan.
Adrianto Djokosoetono juga sangat berharap melalui revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) bisa menampung aspirasi pemangku kepentingan di sektor transportasi jalan.
Bagikan artikel ini:
ARTIKEL TERKAIT
TERPOPULER
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
17 Januari 2024
3 Januari 2024
19 Desember 2023
6 Desember 2023
5 Desember 2023
4 Desember 2023
Selalu update dengan berita terbaru!
LAPORAN INDUSTRI
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
Copyright 2021 © Freightsight. Kebijakan privasi