freightsight
Senin, 29 April 2024

INFO INDUSTRI

Harga Minyak Tertekan, Perang di Ukraina dan Lockdown China Jadi Pemicunya

2 April 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Harga Minyak

Kilang Minyak via Unsplash

Kisruh Rusia dan Ukraina hingga lockdown di China menjadi penyebab harga minyak dunia terus mengalami fluktuasi di pasar global.

Harga minyak dunia kembali merosot pada Senin (28/3/2022). Harga minyak jenis Brent menyentuh level US$117, 01/barel, turun 3,02 persen dari level penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sementara itu, minyak bumi jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) berada di harga US$110, 69/barel dengan penurunan sekitar 2,82 persen dibanding minggu lalu.

Meski mencatatkan kemerosotan harga, harga minyak jenis Brent dan WTI masih berada pada kenaikan 8,35 persen dan 7,24 persen dalam sepekan terakhir. Adapun selama sebulan ke belakang harga masih naik sekitar 19,36 persen dan 18,24 persen.

Pergolakan ini masih ditengarai oleh kisruh Rusia dan Ukraina yang mendorong fluktuasi harga minyak di pasar global. Setelah menjatuhkan serangkaian serangan militer ke Ukraina, Rusia mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Akibatnya, kapal-kapal tanker Rusia yang mengangkut minyak semakin menyembunyikan pergerakan mereka. Sejumlah pakar maritim memperingatkan fenomena ini bisa menandakan upaya menghindari sanksi dari Rusia yang sebelumnya pernah terjadi.

Dalam akhir pekan 25 Maret lalu, setidaknya ada 33 kejadian yang disebut "aktivitas gelap", pergerakan ini beroperasi saat sistem on-board untuk mengirim lokasi mereka dimatikan oleh kapal tanker Rusia, kata seorang konsultan Israel Windward Ltd,. yang berfokus pada risiko kelautan.

Operasi gelap utamanya terjadi di sekitar zona ekonomi ekslusif Rusia. Sebenarnya kapal komersial wajib mematuhi aturan hukum maritim internasional dalam mengaktifkan sistem identifikasi otomatis atau AIS saat berlayar di laut.

Menonaktifkan atau memanipulasi sistem identifikasi kapal merupakan praktik penipuan kelas kakap, seperti dikutip oleh Departemen Keuangan AS dalam sebuah nasihat Mei lalu untuk mengekang pengiriman ilegal dan lari dari sanksi.

"Tidak ada alasan pasti mengapa mereka mematikan AIS. Akan dilakukan investigasi jika sebuah kapal terlibat dalam praktik pengiriman illegal. Rezim tertentu sangat penting untuk melindungi bisnis Anda dari keterlibatan dengan entitas yang terkena sanksi,

"kata Manajer Winward, Risk & Gobernance Specialist Gur Sender seperti diwartakan oleh Bloomberg pada Senin (28/3/2022).

Sementara dari segi fundamental, pasar mengkhawatirkan adanya risiko penurunan permintaan minyak. Ini disebabkan oleh kembali mengganasnya virus Corona di China.

Dalam sepekan hingga 26 Maret 2022, rata-rata kasus positif Covid-19 di Ngeri Tirai Bambu tercatat sebanyak 1.863 orang pertama hari. Sepekan sebelumnya bahkan mencapai 2.104,71 orang pertama hari.

Yang terbaru, pemerintah daerah Shanghai mengumumkan pemberlakuan lockdown. Seluruh warga diminta untuk tidak keluar rumah, kecuali untuk urusan yang mendesak.

Padahal sebagai informasi, China adalah pemasok minyak terbesar dunia. Pada 2020, impor minyak mentah China tercatat mencapai 11,16 juta barel per hari dan produk minyak 1,71 juta barel per hari.

Adanya lockdown China ini tentu akan mendorong penurunan permintaan untuk minyak. JP Morgan memproyeksikan permintaan minyak China pada kuartal II-2022 adalah 15,8 juta barel per hari akan merosot hingga 520.000 barel per hari.

Alhasil permintaan minyak mentah dunia akan semakin menurun selama lockdown Covid-19 berlangsung. Termasuk permintaan energi dan bahan bakar transportasi umum hingga layanan ride-hailing.

Saat ini Shanghai memang tengah berjuang melawan lonjakan terbaru kasus Covid-19 yang terjadi selama hampir satu bulan.
Pusat keuangan China telah mencatatkan 2.631 kasus baru tanpa gejala atau setara 60 persen dari total kasus baru yang terjadi.