freightsight
Jumat, 18 Oktober 2024

REGULASI

Eksportir Kopi Indonesia Masih Tunggu Kejelasan Regulasi Antideforestasi Eropa

13 Oktober 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

asset.kompas.com

EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Antideforestasi Eropa dinilai hanya sebagai trik Eropa untuk melemahkan negara-negara eksportir komoditas pertanian dan hutan seperti Indonesia salah satunya. Regulasi ini disebut-sebut sebagai upaya Eropa untuk mengendalikan harga pasar berbagai komoditas termasuk kopi dan kelapa sawit.

Eksportir kopi Indonesia sampai saat ini masih menunggu kejelasan akan penerapan EUDR ini akan seperti apa. Karena hingga kini pun belum ada informasi jelas terkait siapa penanggung jawab penerapan regulasi tersebut dan bagaimana mekanismenya akan berjalan di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Departemen Spesialisasi dan Industri, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Moelyono Soesilo yang mengatakan bahwa tenggat pemberlakuan undang-undang tersebut sudah semakin mendekat yaitu Januari 2025 namun belum ada kejelasan apapun.

‘’Kita sendiri bingung karena waktunya juga makin pendek’’ Ujar Moelyono pada hari Rabu dikawasan Grogol (11/10/2023).

Tidak hanya di Indonesia saja, Moelyono juga mengatakan bahwa para pelaku kopi skala besar di Eropa pun turut kebingungan dengan regulasi ini. Tidak sedikit dari mereka yang justru menunjukkan keberatannya karena menganggap bahwa regulasi ini sama sekali tidak cocok untuk diterapkan pada industri kopi. Beliau juga menambahkan bahwa regulasi tersebut dinilai memberatkan terutama dalam hal biaya audit standarisasi EUDR karena hal ini akan dibebankan hingga ke pengusaha kecil juga.

‘’ Pemain besar di Eropa menganggap ini (aturan) salah sasaran’’ tutur Moelyono.

Selanjutnya, Moelyono juga menuturkan bahwa industri kopi sendiri sudah melakukan berbagai upaya standarisasi aspek keberlanjutan lingkungan seperti contohnya menghindari penanaman kopi di hutan lindung, sistem perdagangan yang adil, hingga menjamin kesejahteraan petani kopi. Upaya-upaya ini dinilai lebih tepat sasaran karena sesuai dengan keresahan yang ada di industri kopi baik Indonesia maupun dunia.

‘’Sekitar 10-12 tahun yang lalu kopi kita sendiri sudah punya 4C atau The Common Code for the Coffee Community’’. Tutur Moelyono.

Lalu apakah eksportir kopi Indonesia aman dari dampak regulasi Eropa ini? Jawabannya iya. Hal ini karena Eropa bukanlah satu-satunya pasar kopi Indonesia. Nilai ekspor kopi Indonesia ke Eropa menyumbang sekitar US$230 juta per tahun.

Dan potensi ekspor kopi ke negara nontradisional market masih cukup besar bagi Indonesia. Misalnya saja ke Asia Tenggara, Timur Tengah, Amerika Utara, dan Eropa Timur. Moelyono melanjutkan penuturannya bahwa permintaan kopi domestik juga semakin meningkat secara signifikan.

Jika dilihat dari kenyataan pasar, maka Eropa lebih membutuhkan kopi Indonesia dan bukan sebaliknya. Salah satu contohnya saja ialah bagaimana Espresso di Italia membutuhkan kopi robusta asal Indonesia dalam racikan idealnya. Dengan adanya UU antideforestasi ini, dipastikan Italia menjadi salah satu negara Eropa yang akan dirugikan.

Pada kesempatan lain, Direktur Eksekutif International Trade Centre (ITC), Pamela Coke-Hamilton, menjelaskan bahwa larangan datangnya berbagai produk pertanian dan kehutanan ke pasar Uni Eropa yang dikaitkan dengan deforestasi berpotensi besar untuk menjadi sebuah ‘’lingkaran setan’’ khususnya bagi para petani kecil yang tidak bisa memenuhi standarisasi.

Ia menuturkan bahwa regulasi ini hanya akan menguntungkan pemain besar saja karena mereka dapat melacak langsung sumber produk pertanian yang dihasilkan yang berimbas pada risiko ‘’pemangkasan’’ petani yang lebih kecil.

‘’Sekali saja Anda kehilangan pangsa pasar, maka Anda kehilangan pemasukan, dan selanjutnya bakal banyak menaikkan angka kemiskinan, yang berikutnya menaikkan angka deforestasi itu sendiri. Sebab akar deforestasi adalah kemiskinan’’. Tutur Coke Hamilton. text