INFO INDUSTRI
7 Desember 2022
|
Penulis :
Muhammad Rahman
Saat ini perekonomian global sedang tidak baik-baik saja, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia mengalami koreksi ke bawah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menurut World Economic Outlook IMF tahun 2022 hanya 3,2 persen dan tahun depan diperkirakan semakin melemah di angka 2,7 persen. Inflasi yang cukup tinggi, penurunan pertumbuhan ekonomi, serta situasi politik global yang sedang berguncang memberikan tanda bahwa situasi ekonomi dunia dalam keadaan tertekan bahkan menuju ke arah resesi. Di Indonesia sendiri, mayoritas pelaku bisnis serta masyarakat telah terpengaruh akan ancaman resesi tersebut. Perusahan besar maupun startup telah melakukan perampingan, dan masyarakat mengurangi belanja untuk mempersiapkan ketahanan diri mereka. Sebagai konsekuensi, angka pengangguran naik dan daya beli masyarakat diperkirakan akan menurun sehingga menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan. Kondisi diatas akan terjadi pada perdagangan internasional dimana hukum permintaan dan penawaran berlaku. Terdapat potensi penurunan permintaan agregat dunia yang selanjutnya dapat berimbas pada permintaan produk ekspor dan impor.
Dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di JCC Senayan, Rabu (30/11), Presiden Jokowi mengungkapkan, "Menurut saya ekspor Indonesia yang tahun ini dan tahun yang lalu melompat sangat tinggi sekali, hati-hati, tahun depan bisa menurun." Terdapat beberapa faktor besar yang akan mempengaruhi kinerja pedagangan internasional Indonesia. Pertama, China sebagai mitra dagang utama Indonesia, melakukan kebijakan zero covid-19, otomatis perekonomiannya akan turun, sehingga permintaan impor ke Indonesia juga berkurang. Kedua, kondisi perekonomian di Uni Eropa yang diperkirakan bakal lebih lambat bahkan cenderung masuk ke jurang resesi di tahun 2023. Ketiga, kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS), lonjakan inflasi yang ditekan dengan kenaikan suku bunga (Fed Fund Rate), otomatis menahan laju pertumbuhan ekonomi. Sebagai tujuan utama ekspor Indonesia, perlambatan ekonomi dari negara-negara tersebut dapat mengakibatkan turunnya permintaan barang dari Indonesia.
Akan tetapi, terdapat peluang besar yang berusaha diciptakan oleh pemerintah dalam rangka menjaga kinerja ekspor nasional. “Salah satu mandat Presiden RI yang disampaikan kepada Kementerian Perdagangan adalah peningkatan ekspor ke negara nontradisional. Sesuai dengan mandat tersebut, Kementerian Perdagangan terus berfokus pada upaya perluasan akses pasar,” jelas Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam kegiatan The X Lite yang diselenggarakan di Palembang. Merespon prediksi resesi ekonomi global dan kemungkinan penurunan permintaan barang dari Indonesia, Kementerian Perdagangan telah menyiapkan beberapa kebijakan melalui peningkatan akses pasar ekspor ke pasar nontradisional khususnya di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
“Potensi ekspor di pasar-pasar tersebut sangat besar. Sebagai contoh,kawasan Afrika memiliki jumlah penduduk 1,18 miliar jiwa dengan nilai produk domestik bruto (PDB) mencapai USD 2,11 triliun pada 2021. Potensi pasar di kawasan Afrika secara keseluruhan diperkirakan bisa mencapai USD 8,39 miliar,” terang Wamendag.
Kementerian Perdagangan telah menetapkan kebijakan prioritas antara lain perundingan dan ratifikasi perjanjian perdagangan internasional, fasilitasi perdagangan luar negeri, promosi dagang, serta pelatihan serta pendampingan usaha kecil menegah (UKM) berorientasi ekspor untuk sektor nonmigas.
Pertama, Indonesia telah memiliki perjanjian perdagangan bilateral dengan negara tujuan tersebut: di kawasan Afrika Indonesia-Mozambik Preferential Trade Agreement (PTA), di Kawasan Asia Selatan Indonesia-Pakistan PTA dan ASEAN-India Free Trade Agreement (FTA), di Kawasan Uni Emirat Arab Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA).
Kedua, dukungan promosi dalam perdagangan internasional telah dilakukan melalui Trade Expo Indonesia (TEI) pada19-23 Oktober 2022 di ICE BSD Tangerang dan secara online pada19 Oktober-19 Desember 2022. Hingga November awal total transaksi pada TEI 2022 mencapai USD 3,55 miliar atau setara dengan Rp55,14 triliun yang diperkirakan masih bertambah hingga akhir pelaksanaan.
Ketiga, pembinaan dan pelatihan ekspor telah diberikan Kementrian Perdagangan melalui Export Coaching Program(ECP), diseminasi informasi pasar ekspor melalui platform digital InaExport, pendampingan sertifikasi produk, dan pengembangan desain.
Diharapkan dengan berbagai kebijakan dan dukungan dari pemerintah, para pelaku ekspor di Indonesia dapat tetap optimis, lebih bersiap, dan memenangkan setiap peluang dalam menghadapi situasi perdagangan internasional di tengah ancaman resesi.
Bagikan artikel ini:
ARTIKEL TERKAIT
TERPOPULER
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
17 Januari 2024
3 Januari 2024
19 Desember 2023
6 Desember 2023
5 Desember 2023
4 Desember 2023
Selalu update dengan berita terbaru!
LAPORAN INDUSTRI
18 Maret 2024
1 Maret 2024
2 Februari 2024
Copyright 2021 © Freightsight. Kebijakan privasi