freightsight
Kamis, 25 April 2024

INFO INDUSTRI

SCI Minta Perkuat Industri Logistik Hadapi Resesi Global 2023

27 Oktober 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Industri Logistik via antarafoto.com

Perlu dilakukan penguatan dan peningkatan efisiensi logistik dan rantai pasok. Hal itu dilakukan terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global.

Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menjelaskan langkah yang harus dilakukan industri logistik dalam menghadapi ancaman resesi tahun 2023. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah orientasi dan penguatan logistik domestik berdasarkan kekuatan potensi permintaan dan pasokan dalam negeri. Menurut Setijadi, potensi permintaan tercermin dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,87 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,69 persen pada tahun 2021.

“Sementara, potensi pasokan berupa komoditas cukup beragam di berbagai wilayah Indonesia,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Minggu, (23/10/2022).

Setijadi menuturkan dalam mengantisipasi ancaman resesi tahun depan, perlu dilakukan penguatan dan peningkatan efisiensi logistik dan rantai pasok. Hal itu dilakukan terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global.

“Ketergantungan ekspor dan impor dengan sejumlah negara harus dipertimbangkan sebagai antisipasi atas risiko resesi di beberapa negara mitra, terutama Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia,” katanya.

Berdasarkan data BPS, pada September 2022 nilai ekspor non-migas Indonesia ke Tiongkok sebesar US$ 6,16 miliar atau 26,23 persen dari total ekspor non-migas. Sementara impor dari Tiongkok sebesar US$ 5,69 miliar atau 34,74 persen dari total impor non-migas Indonesia.

Ketergantungan ekspor-impor itu, menurut Setijadi, harus diwaspadai jika melihat pertumbuhan ekonomi di Tiongkok beberapa waktu terakhir. Pada Kuartal II 2022 ekonomi Tiongkok tumbuh 0,4 persen (yoy) atau terkontraksi 4,4 persen dibanding kuartal sebelumnya.

Selain itu, antisipasi juga harus dilakukan mengingat impor terbesar Indonesia adalah bahan baku atau penolong. Dari nilai impor pada September 2022 sebesar US$ 19,81 miliar, 75,21 persen berupa bahan baku atau penolong, 16,76 persen barang modal, dan 8,03 persen barang konsumsi.

“Dalam jangka panjang, perlu dikembangkan rantai pasok beberapa produk dan komoditas dari hulu ke hilir (end-to-end) untuk mengurangi ketergantungan impor. Untuk industri farmasi, misalnya, sekitar 95 persen bahan baku berasal dari impor” ujarnya.

Peningkatan efisiensi logistik dan rantai pasok, menurut Setijadi, akan berdampak terhadap penurunan harga produk dan komoditas yang sangat penting pada situasi resesi. “Dalam perspektif global, peningkatan daya saing produk dan komoditas berpotensi meningkatkan volume ekspor,” kata Setijadi.