freightsight
Jumat, 22 November 2024

INFO INDUSTRI

Kurangi Impor RI, China Tingkatkan Produksi dan Investasi Batu Bara

2 Mei 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Produksi Batu Bara

Ilustrasi Produksi Batu Bara via article33.or.id

Pemerintah pusat China mengumumkan untuk meningkatkan jumlah produksi batu bara domestik menjadi 12 juta ton per hari, sehingga memungkinkan capaian produksi tahunan sebesar 4,38 miliar ton.

Studi Australian National University (ANU) meramal sebagian besar impor batu bara termal China yang berasal dari Indonesia dan Australia akan menurun drastis dari 185 juta ton pada 2019 menjadi 95 juta ton hingga 130 juta ton pada 2025 mendatang. Begitu pun dengan impor batu bara berkalori tinggi (kokas) yang berasal dari Australia juga diproyeksikan akan menyusun dari 34 juta ton pada 2019 menjadi sekitar 25 juta ton saja pada 2025.

Dosen Senior ANU Jorrit Gosens mengatakan dalam hasil studinya menunjukkan bahwa investasi China dalam pembangunan infrastruktur transportasi batu bara kemungkinan besar akan menyebabkan penurunan impor batu bara dalam beberapa tahun ke depan.

"China telah berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur transportasi batu bara selama bertahun-tahun untuk mengurangi ketergantungan impor energi dari luar negeri. Gejolak terbaru yang mencuat di pasar energi global justru hanya akan menguatkan tekad China untuk mengurangi ketergantungan impor pada energi asing," kata Gosens dalam sebuah siaran pers pada Kamis (21/4/2022).

Selain itu, impor batu bara China melalui jalur pengiriman darat, seperti dari Rusia diperkirakan akan relatif stabil. Sementara itu, impor dari Mongolia akan bertambah kuat karena perluasan koneksi kereta api China ke Mongolia dan perluasan tambang di Mongolia. Impor batu bara kokas dari Mongolia sendiri diprediksi akan melonjak menjadi sekitar 20 juta pada 2025 mendatang.

Yang terbaru, pada Maret 2022, pemerintah pusat China mengumumkan untuk meningkatkan jumlah produksi batu bara domestik menjadi 12 juta ton per hari, sehingga memungkinkan capaian produksi tahunan sebesar 4,38 miliar ton. Didukung pula oleh Rencana Lima Tahun Energi ke-14 China, program ini menginstruksikan produsen batu bara lokal untuk meningkatkan infrastruktur transportasi terkait batu bara.

"Pada akhirnya, tren ini memunculkan pengaruh besar pada volatilitas perdagangan batu bara di pasar global, terutama jika dikaitkan dengan pengurangan impor batu bara dari Rusia oleh Uni Eropa (UE). China adalah importir batu bara terbesar di dunia, disusul oleh India dan Jepang," katanya.

Melansir dari Bloomberg, China mengimpor 324 juta ton batu bara termal, lebih dari 50 persen impor batu bara global sepanjang 2021. Sementara Indonesia dan Rusia masing-masing berkontribusi sebesar 62 persen dan 17 persen dari impor energi China pada periode yang sama.

Seperti yang disoroti dalam studi ANU tersebut, penurunan impor batu bara lintas laut dari China memiliki konsekuensi bagi eksportir untuk mencari pasar alternatif lain. Hal ini akan mengakibatkan tingginya persaingan antara negara-negara pengekspor utama lainnya seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Kolombia.

Di samping itu, Analis Energy Finance, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Simon Nicholas memaparkan, setiap pengurangan signifikan yang terjadi pada permintaan batu bara oleh China akan berdampak besar pada seluruh perdagangan batu bara lintas laut dan global.

Simon menambahkan, pengurungan impor batu bara oleh China juga akan menyebabkan Indonesia harus bersaing lebih kuat dengan pemasok terbesar lainnya seperti Afrika Selatan dan Australia di pasar lain.

"Prospek penurunan jangka panjang untuk batu bara lintas laut tidak dapat terelakkan. Potensi pertumbuhan pasar untuk batu bara seperti Bangladesh, Pakistan, dan Vietnam tampaknya jauh lebih kecil daripada yang diharapkan oleh para pemasok batu bara," kata Simon.