freightsight
Jumat, 17 Mei 2024

INFO INDUSTRI

CMA CGM Petakan Strategi Logistik Melalui Pelabuhan AS

20 Desember 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

via pexels

CMA CGM membeli dan meningkatkan fasilitas penanganan kargo di dua gerbang Pantai Barat dan Pantai Timur pelabuhan AS dalam mempercepat arus peti kemas serta mengurangi hambatan rantai pasok.

Perusahaan pengapalan dan peti kemas asal Prancis, CMA CGM, melihat kepemilikan terminal kargo di pelabuhan AS sebagai langkah perluasan jaringan pengapalannya ke industri logistik yang lebih besar. Operator peti kemas ini menghabiskan miliaran dolar untuk membeli dan meningkatkan fasilitas penanganan kargo di dua gerbang tersibuk pelabuhan AS, yakni Pantai Barat dan Pantai Timur dalam mempercepat arus peti kemas sekaligus mengurangi hambatan rantai pasok.

“Terminal pelabuhan adalah bagian penting dari efisiensi rantai pasokan karena berada di persimpangan operasi laut dan darat,” ungkap Wakil Presiden Eksekutif Operasi dan Aset CMA CGM Group, Christine Cabau Woehrel.

CMA CGM adalah salah satu dari banyak pengangkut laut dan pengirim barang berbasis di luar negeri yang membeli perusahaan AS. Diproyeksi keuntungan besar yang diperoleh dari pembelian terminal AS ini sama seperti keuntungan dari lonjakan pengiriman selama periode 2020-2021.

Sebagai informasi, CMA CGM memperoleh laba bersih perusahaan sebesar US$ 17,9 miliar pada tahun 2021 dan pendapatannya dalam tiga kuartal 2022 mencapai lebih dari US$ 20,4 miliar. Pada Januari, operator peti kemas raksasa ini membeli 90% saham mitra di Fenix Marine Services, salah satu terminal terbesar di Pelabuhan Los Angeles dengan nilai perusahaan sebesar US$ 2,3 miliar.

Yang terbaru pada Desember ini, CMA CGM dikabarkan mengakuisisi dua terminal di Pelabuhan New York dan New Jersey dengan jumlah yang dirahasiakan. Pembelian tersebut ditengarai karena CMA CGM menghabiskan miliaran dolar untuk mengakuisisi operasi logistik dan meluncurkan layanan pengiriman barang.

Menurut Cabau Woehrel, memiliki terminal di kedua pantai dengan aktivitas tersibuk akan membantu CMA CGM untuk memperluas kargo transAtlantik dan transpasifik serta memberikan operator lebih banyak kendali atas arus barang pelanggan.

Perusahaan, imbuh Cabau Woehler, mungkin perlu anggaran hingga US$ 1 miliar untuk meningkatkan terminal GCT Bayonne dan GCT New York di Pelabuhan New York dan New Jersey sehingga mereka dapat menangani lonjakan kargo.
Sementara, CMA CGM memproyeksi fluktuasi pengangkutan akan menjadi lebih sering karena pemesanan sistem digital dan kebijakan logistik lainnya memberikan tekanan pada operasi fisik seperti pemindahan kargo melalui pelabuhan untuk mengikuti arus informasi yang lebih cepat.

“Kita harus menghadapi siklus yang sangat singkat berdasarkan pasang surut arus peti kemas, selain itu kapasitas infrastruktur juga harus memiliki ketahanan untuk dapat mengatasinya,” katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, pelabuhan di seluruh dunia telah berjuang menghadapi penurunan volume peti kemas akibat pandemi Covid-19. Kemudian diperparah dengan perang di Ukraina yang telah mengacaukan rantai pasok global.
Banyak gateway AS, termasuk Los Angeles dan New York-New Jersey, dikelilingi oleh kota-kota yang hanya memiliki sedikit ruang untuk berkembang.

Otoritas Pelabuhan Carolina Selatan pada tahun lalu membuka terminal di Pelabuhan Charleston yang merupakan fasilitas pelabuhan terbaru dan pertama di negara tersebut dalam lebih dari satu dekade. Beberapa operator terminal berusaha meningkatkan efisiensi dengan menambahkan peralatan penanganan peti kemas otomatis, tetapi serikat buruh pelabuhan menentang sistem otomatis tersebut. Kini CMA CGM telah memiliki tujuh terminal pelabuhan AS dan 52 terminal di seluruh dunia dalam 28 negara.