freightsight
Kamis, 25 April 2024

OPINI AHLI

Keragaman dan Potensi Kopi Indonesia

8 Desember 2022

|

Penulis :

Dewi Meisari

Via quo vadis

Negara kita – Indonesia – merupakan salah satu produsen kopi terbesar di dunia dan menduduki peringkat ke-4 setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia, dengan rata-rata produksi kopi sebesar 700.000 ton/tahun.

Secara global, kopi terbagi menjadi tiga (3) jenis utama, yaitu Arabika, Robusta, dan Liberika. Dari segi cita rasa, biji kopi Arabika mempunyai ketebalan rasa atau body ringan, rasa pahit atau bitterness yang cukup tinggi, dan tingkat keasaman atau acidity yang menyegarkan. Robusta mempunyai ketebalan rasa yang tinggi dan bitterness, sedangkan Liberika rasanya mendekati Robusta.

Dikarenakan memiliki intensitas rasa dan aroma yang kompleks dibandingkan dengan Robusta dan Liberika, 70% konsumsi kopi di dunia menggunakan kopi Arabika, dilanjutkan dengan 25% kopi Robusta, dan 5% jenis kopi lainnya. Dari segi harga pun terbilang cukup signifikan, dimana rata-rata harga kopi Arabika adalah sebesar Rp350.000/kg, sementara untuk kopi Robusta sebesar Rp60.000/kg.

Dalam penyajiannya, kopi terbagi kedalam empat (4) kelas dengan dan masing-masing kelas menyajikan kualitas kopi yang berbeda. Kelas teratas adalah Specialty Coffee, dilanjut dengan Premium Coffee, Commercial Coffee, dan yang terakhir adalah Usual Coffee. Biji kopi specialty mempunyai kualitas yang paling bagus, baik dari segi rasa maupun aroma dengan standar ukur cupping test atau tes pencicipan kopi. Sementara berdasarkan warnanya, terbagi menjadi light brown (digunakan untuk cupping test), medium brown (digunakan untuk diminum secara umum), dan dark brown (digunakan untuk campuran kopi susu).

Untuk mendapatkan biji kopi yang siap digunakan atau diolah menjadi minuman, biji kopi harus melalui beberapa proses pengolahan terlebih dahulu. Biji kopi yang belum diolah dinamakan dengan green bean, yaitu biji kopi mentah yang diproses dari buah ceri kopi matang dari hasil petikan para petani kopi, tetapi belum disangrai dan masih berwarna hijau.

Buah ceri kopi Arabika dan Robusta memiliki teknik pemetikan yang berbeda, dimana buah ceri kopi Arabika dipetik secara hati-hati satu per satu yang sudah matang (ditandakan dengan warna merah), sedangkan buah ceri kopi Robusta dapat langsung dipetik atau ditarik keseluruhan satu tangkai buah ceri kopinya. Hal ini dikarenakan jika buah ceri kopi Arabika yang belum matang (ditandakan dengan warna hijau) terambil rasa kopi yang dihasilkan tidak akan enak, karena merupakan biji kopi cacat jenis immature yang berarti biji belum matang.

Proses pengolahan pasca panen kopi terbagi menjadi dua (2) metode, yaitu metode kering dan basah. Pada metode kering atau dry process, buah ceri yang masih lengkap dengan kulitnya dijemur selama kurang lebih 20 – 30 hari sampai buah ceri kering dan terkelupas dengan sendirinya, Metode ini menghasilkan kopi dengan karakteristik acidity rendah, body tebal, dengan rasa yang lebih fruity atau terasa seperti buah-buahan akibat adanya kontaminasi antara kulit buah ceri dengan biji kopi.

Metode ke-2 yang dapat digunakan dalam pengolahan pasca panen adalah metode basah/wet process atau disebut juga dengan washed process, yang terbagi lagi menjadi dua (2) jenis. Pada metode semi-washed process, buah ceri kopi dicuci sekilas, kemudian dimasukkan kedalam pulper untuk pengupasan kulit kopi. Setelah itu, buah kopi yang telah terpisah dari kulitnya dan masih berlendir dibersihkan dengan air.

Metode lainnya adalah metode full-washed, dimana buah ceri kopi dimasukkan langsung kedalam bak berisi air untuk memisahkan buah-buah kopi tersebut. Jika buah kopi sudah matang, maka buah kopi akan tenggelam. Kemudian, proses dilanjutkan dengan memisahkan biji kopi dari buahnya, proses fermentasi, dan proses pencucian kembali.

Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) merupakan salah satu asosiasi kopi di Indonesia yang bertujuan mengedukasi para pemain dalam rantai suplai kopi, mulai dari petani, pengolah, barista, pedagang, eksportir, kedai kopi, penyedia peralatan, peritel, sampai dengan peminum kopi.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh asosiasi ini di lapangan adalah mengedukasi petani dalam menghasilkan kopi dengan kualitas terbaik. Penyebab utamanya karena petani-petani kopi terbiasa menggunakan ilmu yang telah diwariskan secara turun-temurun dari para pendahulu, tetapi belum tentu ilmu tersebut benar dalam praktiknya sehingga pola pikir mereka harus diubah.

Contohnya, ketika petani kopi menjemur buah kopi di tempat yang tidak steril seperti di tanah, aspal, atau lahan terbuka lainnya. Penjemuran seperti ini dapat membahayakan biji kopi karena jika tempatnya tidak steril, buah kopi akan terkontaminasi dan mempengaruhi rasa biji kopi. Ketika musim hujan, persentase biji kopi cacat juga akan meningkat. Sebab, jika terkena air hujan, biji kopi akan terfermentasi. SCAI mengedukasi para petani kopi untuk menggunakan greenhouse dan menjemur di dataran ber-semen sehingga kopi tetap terkena sinar matahari, minim kontaminasi, dan aman saat musim hujan karena biji kopi terlindung oleh atap.

Seperti yang telah dibahas di awal paragraf, Indonesia merupakan penghasil biji kopi terbesar ke-4 di dunia. Melihat hal ini, tentu Indonesia memiliki peluang ekspor biji kopi yang besar terlebih dengan keberagaman jenis kopi yang dimiliki, seperti kopi Mandheling Arabica, kopi Gayo Arabica, kopi Kerinci Kayu Aro, kopi Parahyangan Arabica, kopi Gunung Ijen Arabica, kopi Flores Arabica, kopi Gunung Sindoro Arabica, dan kopi Papua Arabica.

Namun ternyata, potensi pemenuhan kebutuhan kopi pasar domestik juga tidak kalah menarik. Berdasarkan hasil riset, pada tahun 2023 berpotensi terdapat 4.000 café dan coffee shop baru di Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan kopi, peluang pemenuhan biji kopi untuk mensuplai café dan coffee shop di Indonesia terbuka lebar. Faktanya, harga biji kopi untuk lokal lebih tinggi daripada untuk ekspor. Contohnya, harga green beans kopi Gayo yang banyak diminati oleh seluruh dunia, mencapai Rp150.000/kg untuk lokal (per 28 Oktober 2022).

Sementara untuk ekspor, harganya hanya $7/kg atau sekitar Rp109.854/kg, tetapi volume yang dibutuhkan memang jauh lebih besar. Selain itu, jika ingin melakukan ekspor, prosesnya lebih sulit karena eksportir harus menyiapkan berkas-berkas dokumen kebutuhan ekspor seperti Bill of Lading, Packing List, PEB, logistik, dan persetujuan Terms of Payment antara pembeli dan penjual ekspor yang biasanya menyebabkan pembeli baru akan membayar penjual satu bulan setelah barang dikirimkan.

Untuk memenuhi permintaan kopi lokal maupun ekspor, hal utama yang harus menjadi fokus adalah meningkatkan dan menciptakan biji kopi dengan kualitas terbaik yang digemari oleh pasar. Jika menginginkan harga jual yang lebih tinggi, maka proses pengolahan green beans menjadi specialty coffee perlu dilakukan dengan cermat dan hati-hati.

Tidak hanya dari segi jumlah, peningkatan produksi kopi juga sebaiknya diiringi dengan peningkatan kualitas kopi yang terus didorong melalui proses edukasi ke para pemain rantai pasok kopi, khususnya para petani. Tentunya, hal ini bertujuan memenuhi harapan pasar yang selanjutnya akan mendorong peningkatan permintaan dan nilai jual kopi Indonesia di pasar dunia maupun domestik.