freightsight
Minggu, 13 Oktober 2024

REGULASI

Kekhawatiran Nelayan Tradisional Akan Imbas PP 11/2023

20 Oktober 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

idntimes.com

**Nelayan tradisional memiliki kekhawatiran akan imbas dari PP 11/2023 terkait kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). **

Jika melihat pada pasal 15 ayat (2) PP 11/2023 maka nelayan kecil atau nelayan tradisional memiliki hak untuk menangkap ikan di semua zona, khususnya Daerah Penangkapan Ikan diatas 12 mil laut. Meski peraturan tersebut terdengar menguntungkan nelayan tradisional, namun mereka justru khawatir karena peraturan tersebut justru berpotensi menciptakan persinggungan wilayah penangkapan ikan dengan kapal perikanan besar.

Terkait hal ini, Dani Setiawan, selaku Ketua Umum Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyampaikan bahwa zona-zona tangkapan nelayan tradisional sudah dikuasai oleh kapal perikanan besar yang mendapatkan kuota penangkapan ikan sebagaimana yang telah diatur dalam PP 11/2023.

Dengan begitu, kapal perikanan besar milik para pemodal kini bisa saja menangkap ikan di wilayah tangkap nelayan tradisional.

‘’Karena para pemodal besar merasa itu adalah wilayah dimana pemerintah sudah memberikan zona itu untuk dimanfaatkan,ya berdasarkan pemberian kuota.’’ Tutur Dani pada Kamis (19/10/2023).

Dani juga menuturkan bahwa ia menerima berbagai laporan dari anggota KNTI Aceh dan Maluku Utara mengenai ditemukannya rumpon atau rumah ikan di kawasan zona di atas 12 mil laut yang ternyata memang di miliki kapal perikanan besar dengan tujuan untuk mengoptimalkan hasil tangkapan mereka.

‘’Pemodal besar menanam rumpon atau mengoperasikan kapal perikanan besar di wilayah itu, ya enggak kebagian ikan-ikan yang akan kita ambil, dinikmati para pemodal-pemodal besar. Sementara nelayan kecil yang sudah mengalami kesulitan berada pada kondisi yang miskin.’’ Tutur Dani.

Menurut Dani sendiri, PP 11/2023 ini memiliki dampak dimana terciptanya komersialisasi perikanan melalui pemberian kuota bagi pemodal besar, dengan cara mendapatkan akses atau kontrol penuh terhadap wilayah laut atau penangkapan ikan berdasarkan izin dari pemerintah.

Selanjutnya Dani juga menyatakan bahwa peraturan pemerintah tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pungutan perikanan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk nelayan kecil atau tradisional.

Tidak ada pungutan hasil perikanan bagi para nelayan kecil seperti yang tertera di pasal 13 ayat (2) UU 11/2023. Ini karena kategori nelayan kecil merupakan nelayan dengan kapal paling besar 10 GT sesuai dengan yang tertulis dalam UU Nomor 7 tahun 2016.

Kontras dengan peraturan tersebut, pada PP 11/2023 nelayan kecil dikategorikan sebagai nelayan dengan kapal 5 GT ke bawah. Ini artinya kapal dengan 6 GT ke atas dikenai kewajiban untuk membayar PNBP sebesar 5% dari total hasil tangkapan mereka.

Melihat bagaimana PP 11/2023 memberikan sejumlah kekhawatiran bagi para nelayan kecil, Dani menyampaikan bahwa ini justru menghambat usaha-usaha perikanan untuk bisa memaksimalkan manfaat dari laut Indonesia.

Dani juga merasa bahwa pelaksanaan kebijakan baru ini masih memerlukan kajian dan persiapan yang matang meskipun nelayan kecil atau tradisional bisa memperoleh kuota penangkapan ikan melalui kelembagaan koperasi.

Dani berpendapat bahwa pemerintah seharusnya dapat mempersiapkan akses pemodalan yang memadai melalui kooperasi-kooperasi perikanan yang diberikan. Akan lebih baik jika wilayah tangkap nelayan kecil dapat di lindungi dengan peraturan dan kebijakan yang lebih tepat kedepannya.

Berbagai aktivitas penangkapan ikan yang merusak juga diharapkan bisa segera di sterilkan seperti contohnya kapal-kapal besar yang seharusnya cukup menangkap di Zona Ekonomi Eksklusif saja bukan zona tangkap nelayan kecil atau tradisional.