freightsight
Selasa, 23 April 2024

INFO INDUSTRI

Jokowi Harus Tahu, Ini Dampak Larangan Ekspor Sawit RI

6 Mei 2022

|

Penulis :

Tim FreightSight

Larangan Ekspor Sawit

Ekspor Sawit via astra-agro.co.id

Dampak negatif kebijakan ini akan dirasakan juga oleh para petani sawit dan pengusaha CPO menengah ke bawah. Sebab mereka tidak bisa menyimpan hasil produksi akibat keterbatasan alat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan melarang sementara ekspor kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng pada 28 April 2022 mendatang.

Kebijakan larangan sementara ekspor CPO dan minyak goreng ini merupakan respons dari kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng di dalam negeri.

Ekonom senior dan Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai kebijakan tersebut tidak akan efektif dalam mengatasi polemik minyak goreng di dalam negeri.

"Saya rasa kebijakan ini tidak akan berpengaruh terhadap penurunan harga yang tajam. Harga minyak akan tetap mahal karena melambungnya harga di pasar internasional. Kalaupun ada penurunan itu tidak akan besar," katanya pada Minggu (24/4/2022).

Menurut Piter, kebijakan ini malah akan menimbulkan over kill. Maksudnya RI sebagai eksportir dan negara produsen CPO terbesar akan kehilangan potensi perdagangan yang besar.

"Menurut saya kebijakan ini berpotensi over kill. Kebijakan ini akan membuat kita kehilangan potensi ekspor yang besar sementara dampaknya tidak signifikan," tambahnya.

Di sisi lain, Piter mengatakan dampak negatif kebijakan ini akan dirasakan juga oleh para petani sawit dan pengusaha CPO menengah ke bawah. Sebab mereka tidak bisa menyimpan hasil produksi akibat keterbatasan alat.

Sementara para pengusaha besar CPO memiliki fasilitas yang mumpuni. Sekalipun kehilangan pendapatan, setidaknya mereka masih akan bertahan.

"Jika kebijakan ini berlaku dalam jangka panjang, mereka (para petani dan pengusaha CPO menengah) akan sangat terpukul dan mengalami kerugian besar. Saya yakin akan menimbulkan potensi kegaduhan," terangnya.

Sementara itu, Direktur Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, pelarangan ekspor sementara minyak goreng dan CPO akan berbuntut pada hilangnya devisa negara yang bersumber dari dua komoditas tersebut.

"Selama satu bulan Maret 2022, ekspor CPO bernilai US$ 3 miliar. Estimasinya bulan Mei jika ada pelarangan ekspor yang berlaku 1 bulan penuh, maka akan kehilangan devisa sebesar US$ 3 miliar atau setara Rp 43 triliun, yang mana angka itu senilai dengan 12% total ekspor non migas. Ini bisa mengganggu stabilitas rupiah karena devisa ekspor terganggu," paparnya.