freightsight
Sabtu, 27 April 2024

PENGIRIMAN LAUT

Ini Penyebab Rapor Logistik RI 2023 Merah

22 Mei 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

via infra.economictimes

Posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 anjlok.

LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023).

Kabar tidak menyenangkan datang dari Bank Dunia. Posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 anjlok. Dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63, turun 17 peringkat dari peringkat ke-46 pada 2018.

LPI adalah benchmark kinerja logistik suatu negara dirilis tiap tahun genap Bank Dunia. Benchmark secara umum memberikan gambaran kondisi logistik perdagangan negara. Indeks ini menjadi acuan investor menanamkan modalnya di Tanah Air

LPI 2023 memang menempatkan Singapura pada peringkat pertama dengan skor 4,3, diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1) dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.

Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Philippines (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Cambodia (116) dan Lao PDR (82). LPI 2023 tidak mencakup Brunei dan Myanmar pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137.

Dengan demikian, menurutnya, dari 8 negara ASEAN, hanya 3 negara naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya tahun 2018. Singapura naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama. Kenaikan peringkat lebih tinggi dicapai Philippines naik 13 peringkat) dan Malaysia 10 peringkat.

Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi menuturkan LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0.

Dari empat dimensi yang mengalami penurunan, penurunan terbesar pada dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9).

Setijadi menjelaskan dimensi Timeliness didefinisikan dalam LPI sebagai frekuensi pengiriman mencapai penerima dalam waktu pengiriman yang sudah dijadwalkan.

Dia melihat penurunan skor timeliness Indonesia diduga disebabkan bottlenecks di Pelabuhan akibat disrupsi rantai pasok terjadi pasca Covid-19 dan keadaan geopolitik dunia tidak stabil.

Tracking & Tracing berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman. Implementasi logistics tracking system di Indonesia tergolong rendah.

International Shipments berkaitan kemudahan mengatur dan mengelola harga pengiriman internasional kompetitif. Dia mengungkapkan rendahnya nilai Indonesia untuk dimensi ini, menunjukkan harga pengiriman internasional Indonesia kurang kompetitif dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang memiliki skor 3,7.

Dia pun menegaskan skor LPI tidak hanya menggambarkan kinerja logistik suatu negara, tetapi dapat menjadi salah satu pertimbangan investor mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Berbagai upaya dilakukan meningkatkan LPI, di samping meningkatkan kinerja logistik Indonesia secara umum.

Dia menilai peningkatan LPI Indonesia dilakukan perencanaan lintas kementerian/lembaga terkait secara terintegrasi, melibatkan pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha terkait.

SCI, kata Setijadi, mengusulkan adanya revisi atas Perpres 26/2012 Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), pembentukan UU logistik, dan pembentukan lembaga permanen bidang logistik menjadi tiga hal penting yang harus segera dipertimbangkan.

Beberapa kementerian/lembaga, bahkan kementerian koordinator, terkait dengan sektor logistik. Selain itu, sektor logistik juga menyangkut kepentingan pemerintah pusat dan semua pemerintah daerah.

Selanjutnya, dia menilai implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) menunjukkan perkembangan dan hasil yang baik perlu diperkuat, baik secara regulasi maupun kelembagaan, dengan dukungan kementerian/lembaga terkait.

NLE sudah berjalan dan NLE merupakan ekosistem logistik menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang di gudang. Penerapan NLE berfokus pada pertukaran data, penyederhanaan proses, serta penghapusan repetisi dan duplikasi.

Dikutip dari Media Keuangan, Kemenkeu, NLE diwujudkan melalui kolaborasi lebih dari 15 kementerian/lembaga, lebih dari 50 platform logistik, perbankan dan BUMN.

Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Rudy Rahmaddi mengakui infrastruktur Indonesia perlu dibangun.

Di sisi lain, terjadi duplikasi proses bisnis layanan pemerintah sehingga dilakukan penyederhanaan proses bisnis. Faktor lainnya adanya asimetris informasi terkait kebutuhan dan penyediaan jasa logistik.

Bagikan artikel ini: