freightsight
Senin, 11 Desember 2023

PELABUHAN

Ekspor Batu Bara Terhambat Akibat Tarif Baru Pelabuhan Muara Berau Samarinda

29 September 2023

|

Penulis :

Tim FreightSight

asset-2.tstatic.net

   ** Proses alih muat batu bara di Pelabuhan Muara Berau Samarinda berpotensi terhambat.
    Tarif baru tersebut menurut pihak shipper segera menambah beban biaya sekitar US$0,82 per ton.**

Proses alih muat batu bara atau ship to ship transfer (STS) yang ada di Pelabuhan Muara Berau Samarinda berpotensi terhambat. Pelabuhan yang setiap tahunnya menyalurkan lebih dari 90 juta ton batu bara untuk tujuan ekspor dan konsumen yang di dalam negeri akan menerapkan tarif baru per 1 Oktober 2023.

Sebagian besar produsen batu bara (shipper), perusahaan pemilik floating crane (FC) dan perusahaan bongkar muat (BPM) anggota Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengeluhkan penetapan rekomendasi tarif jasa kepelabuhanan.

Sebelumnya, Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) yang ada di Pelabuhan Muara Berau Samarinda menetapkan bahwa kebijakan tersebut pada 24 Juli 2023 lalu.

“APBI menolak dengan tegas atas penetapan rekomendasi tarif jasa kepelabuhan oleh Kementerian Perhubungan ini karena ditetapkan secara sepihak oleh Kementerian Perhubungan meskipun sebelumnya masih dalam proses pembahasan [bisnis proses dan tarif],” kata Ketua APBI-ICMA Pandu Sjahrir lewat keterangan resmi, Jumat (29/9/2023).

Tarif baru ini tentu akan diberlakukan oleh PTB efektif per 1 Oktober 2023. PTB mengelola konsesi diberikan Pemerintah selama 25 tahun. Dengan penetapan rekomendasi tarif baru, tentu saja seluruh kegiatan STS Pelabuhan Muara Berau Samarinda segera dilakukan oleh PTB.

Pandu mengatakan bahwa asosiasinya keberatan dengan monopoli dalam bisnis proses tersebut. Alasannya bisnis proses sekarang berjalan akan berubah yang membuat shipper tidak dapat menunjuk langsung pemilik FC atau PBM, tetapi harus lewat PTB.

Tarif yang baru tersebut menurut pihak shipper akan segera menambah beban biaya sekitar US$0,82 per ton untuk kapal Gearless dan sekitar US$0,42 per ton untuk kapal Geared and Grabbed yang mana tarif tersebut akan segera diterima oleh pihak PTB tanpa melakukan layanan jasa.

“Perusahaan keberatan membayar tarif karena berpegang pada prinsip umum di dunia usaha yaitu no service no pay. Selain itu dengan penambahan beban biaya tersebut akan berpotensi terhadap penurunan penerimaan negara baik melalui pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor energi dan sumber daya mineral,” kata Pandu.

Sebagian besar pemilik FC sampai sekarang belum melakukan registrasi masuk ke dalam sistem ORBIT diaplikasikan PTB yang menjadi prasyarat proses bisnis.

Plt. Kepala KSOP Samarinda menegaskan bahwa kepada pemilik FC bahwa tidak akan bisa memberikan pelayanan kepada pemilik FC jika tidak melakukan registrasi ke PTB sesuai suratnya per tanggal 26 September 2023.

“Jika kondisi ini berlanjut hingga tarif diberlakukan per 1 Oktober 2023 maka kemungkinan proses alih muat batubara akan terhambat, sehingga ekspor dan maupun pasokan ke PLN dari Pelabuhan Muara Berau akan terganggu,” kata dia.

APBI juga keberatan tidak diakomodir sebagai pihak yang dilibatkan dalam proses konsultasi usulan tarif jasa kepelabuhanan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 121/2018.

“Seharusnya APBI yang beranggotakan lebih dari 90 perusahaan pertambangan batubara sebagai shipper merupakan salah satu pihak yang sangat berkepentingan dan bahkan akan sangat dirugikan jika ada usulan penetapan tarif tanpa persetujuan dari APBI,” kata dia.